Rabu, 23 November 2011

Kelas Menulis


Berangkat dari rendahnya minat menulis, diselenggarakanlah kelas menulis. Dan rupanya, menulis itu nggak ribet lho…
* * *
Malam itu ada kelas menulis di Gedung UII Cik Di Tiro. Tepatnya di LPM Himmah UII. Kelas menulis tadi malam adalah kelas perdana yang dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 22 November 2011. Dimulai pukul setengah delapan malam hingga jam sembilan kurang sedikit. Untuk selanjutnya, kelas menulis akan kembali diadakan dan diagendakan setiap hari Sabtu jam empat sore.
Kami berlima belas mengawali pelajaran dengan mengulas sesuatu yang dasar terlebih dulu. Kami mengingat kembali apa itu S-P-O-K. Ketika dulu masih SD, semua orang pasti mempelajarinya: Subjek-Predikat-Objek-Keterangan. Semua itu adalah kedudukan kata ketika ia berada di dalam kalimat. Masing-masingnya dibedah satu persatu. Subjek itu yang bagaimana, Predikat itu apa saja, Objek yang seperti apa, begitu pula dengan Keterangan.
Satu yang kuambil sebagai catatan adalah: untuk Objek yang tidak bisa dipasifkan, ada potensi Objek tersebut menjadi Predikat. Contohnya pada kalimat, “Saya datang terlambat ke kampus”. Kata “saya” sebagai Subjek, kata “datang” sebagai Predikat, kata “terlambat” sebagai Objek, dan kata “ke kampus” sebagai Keterangan.
Kita tentu sudah tahu apa itu kalimat aktif dan apa itu kalimat pasif. Kalimat yang dijadikan contoh pada paragraf sebelumnya merupakan kalimat aktif. Bagaimana bentuk pasifnya? Apakah “Terlambat didatangi saya ke kampus”? Helloo.., mungkin anak kecil saja tahu kalau “Terlambat didatangi saya” adalah kalimat yang aneh…
Oleh karenanya, kata “terlambat” bisa juga berfungsi sebagai Predikat. Karena itu, kata “datang” yang ada di depan kata “terlambat” bisa dihilangkan. Bentuk yang lebih efektif dari kalimat tersebut menjadi, “Saya terlambat ke kampus”. Jika ditelaah, kata “saya” menjadi Subjek, kata “terlambat” menjadi Predikat, dan kata “kampus” menjadi Keterangan.
Bentuk kalimat efektif tersebut merupakan pokok bahasan kami yang kedua. Pokok bahasan yang terkait salah satu prinsip menulis, yaitu K-I-S-S. Keep It Simple and Short. Salah satu guru Bahasa Inggris-ku di Al-Zaytun dulu ada yang menyebutnya: Keep It Simple, Stupid! Maksudnya sama saja, yakni dalam menulis buatlah agar tulisan yang dibuat itu sesimpel dan sesederhana mungkin.
Apa tujuannya? Tidak lain untuk membuat pembaca lebih mudah mencerna maksud yang hendak disampaikan si penulis. Tujuannya antara lain supaya tulisan kita lebih mudah dimengerti oleh pembaca. Tidak bertele-tele. Tidak berbelit-belit. Padat strukturnya, namun tetap sarat makna. Sebab pada intinya, suatu kumpulan kata dapat disebut kalimat jika ia sudah memuat dua unsur inti, yaitu Subjek dan Predikat.
Hanya dua teori saja yang kami pelajari malam itu. Dua teori yang menurutku mendasar sekali. Kemudian, kami memasuki sesi praktik. Tiap-tiap dari kami diminta untuk menulis tentang apa saja. Menulis tentang hal-hal yang disukai. Awalnya, aku cukup lama terpekur memandangi layar notebook. Memerhatikan lamat-lamat tanda kursor yang timbul tenggelam di Microsoft Word.
Sampai ide itu terlintas begitu saja. Berikut tulisan yang akhirnya kucoba buat:
___________________________________________________
Berteman Deru Pesawat Terbang


Belum lama kami berbincang di selasar Kopma. Tiba-tiba dari kejauhan, sesuatu datang mendekat. Awalnya hanya beberapa titik cahaya, lama kelamaan semakin jelas bentuknya. Sesuatu itu adalah burung besi yang tengah melintas. Ia bilang Garuda Indonesia itu akan mendarat di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Aku yang belum biasa dengan pemandangan itu tentu saja terheran-heran. Begitu dekat jarak antara pesawat terbang tersebut dengan sebuah area pendidikan seperti UIN Sunan Kalijaga.

Sesaat kemudian, kami lanjutkan perbincangan. Sekitar sepuluh menit kemudian, terjadi pemandangan yang sama seperti sebelumnya. Cahaya lampu yang menempel di tubuh pesawat terbang itu mula-mula hanya beberapa titik, namun lama-lama semakin menegaskan bentuknya yang gagah bak burung raksasa. Kali ini Lion Air. Aku kembali mengamati burung besi berwarna putih merah itu sampai ia benar-benar hilang ditelan pepohonan di kejauhan.

“Di sini, hanya ada dua suara yang bisa mengalihkan perhatian saat belajar di kelas. Suara adzan dan suara pesawat terbang,” demikian ia memulai topik pembicaraan baru. Topik yang dibuat untuk menanggapi rasa kekagumanku yang menurutnya “ndeso”.

Mengalirlah kata demi kata dari mulutnya. Bercerita sejak pertama ia masuk kampus sampai sekarang ketika sudah duduk di semester lima. Semester yang sama sepertiku. Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga sudah biasa dengan suara pesawat terbang yang tengah melintas untuk landing tersebut. Bahkan untuk beberapa yang indekos di dekat rel kereta api, mereka lebih terbiasa lagi. Sebab selain deru pesawat terbang, mereka juga harus berteman dengan suara kereta api. Tetapi karena rel kereta api bisa dikatakan agak jauh dari gedung perkuliahan, hanya suara pesawat terbang saja yang mampu memecah perhatian. Sebab, pesawat terbang juga bisa dilihat dari jendela ruang kelas.

___________________________________________________
Tulisan tersebut belum selesai. Ketika sudah dirasa cukup, kami diminta untuk berhenti menulis dan mencoba merasakan apa yang kami rasakan ketika menulis. Bagiku, menulis itu sesuatu yang relatif. Menulis itu mudah selama kita tahu apa yang mau kita tulis dan menulis itu susah selama kita tidak tahu apa yang mau kita tulis. Condongnya, kurasa menulis itu relatif mudah.
Sesi berikutnya adalah sesi diskusi. Ada yang mencoba mengutarakan kendala, ada juga yang mencoba menyampaikan saran. Ada satu tips singkat yang kudapat bahwa menulis itu harus berani. Berani melawan kemalasan, berani menentang rasa enggan. Biarkan jari jemari terus menuangkan isi pikiran kita. Ketika rasa jenuh datang, ada baiknya tulisan tersebut diendapkan dulu. Barang beberapa jam atau beberapa hari. Setelah itu, tulisan kembali dilanjutkan ketika pikiran sudah kembali segar. Nah, selamat belajar…