Rasanya senang bukan main! Oh God, this is crazy, isn’t
it… (lebay) Baru semalam saya galau soal masa depan: soal bisa tidak lulus
tahun depan, soal mau ke mana setelah wisuda, soal apa nanti apply S2
saya diterima, dan soal-soal lainnya. Pagi harinya selepas menyapu dan beli
sarapan, saya langsung buka koran itu. Setiap orang tentu punya rubrik
favoritnya, halaman yang paling disukai. Begitu pun saya yang langsung membuka
halaman 6. Kali ini, yang mengisi rubrik itu ada Pak Anies Baswedan dan di
halaman sebelahnya ada Mr. Ban Ki Moon. Nggak, gue ga bilang “wow” kalo yang
nulis Sekjen PBB, gue bakal bilang “wow” kalo Mr. Ban ngusir tentara Israel
dari bumi Palestina.
Lalu saya buka halaman lainnya. Sampai tiba di halaman itu,
kok rasanya saya kenal dengan orang di foto itu. Begitu saya baca nama
argumentatornya: gila! Itu kan gue!!! Senang rasanya, haha.. (lebay) Padahal panjang
tulisan itu cuma 1.300 karakter, padahal tulisan itu cuma nongol di
halaman 34. Syukur, dimuat juga. Sebab awal mula tulisan itu adalah rasa
sangsi, apakah saya (masih) bisa menulis atau tidak.
Setiap hari ketika membuka halaman 6, saya bermimpi, semoga
suatu hari nama saya terpampang di sana. Bagi beberapa orang, mungkin banyak
orang, halaman itu sama sekali tidak penting. Tapi bagi saya, itu penting, it
is really meaningful for me as an ordinary person. Bukan
honornya, melainkan identitas para penulisnya. Semua penulis yang mengisi
halaman itu adalah orang-orang, yang setidaknya menurut saya, orang pintar
(baca: cerdas). Pemikirannya dibaca banyak orang, pemikirannya mencerahkan para
pembaca, amal jariyah banget kan… Itu koran ternama di tanah air,
Asbud, come on..! Terkadang, ada guru besar, pengamat, peneliti,
ketua apa, sekretaris apa, dan lain-lain. Bahkan orang DPR juga pernah saya
lihat namanya di sana. Anggota DPR bisa nulis juga tho, hoho…
Ketika berkomunikasi dengan-Nya, kadang cakap saya, “Tuhan,
sederhana kan keinginanku, dengan apa yang ada pada diriku saat ini,
bukankah impian itu simpel sekali…” Sampai saya baca buku “Notes From Qatar”
karya Muhammad Assad punya daddy. Ada pelajaran yang saya dapat, bahwa
cita-cita besar dimulai dari hal-hal kecil. Tulis Assad di halaman 249, “Every
big thing starts from a small thing.” Oke, sekali lagi bagi orang lain,
menembus halaman 6 itu tidak penting, but once more for me it is meaningful.
Hal kecil yang lalu saya lakukan adalah mencoba ke rubrik-rubrik yang memberi
wadah untuk mahasiswa mengisinya.
Salah satunya adalah halaman 34 dan 35 yang terbit tiap
Selasa, surat kabar yang sama. Oke, dengan bismillah, tulisan 1.300
karakter itu pun terkirim. Satu kali kirim, pekan depannya saya tidak dapati
tulisan saya. Dua kali kirim, ternyata.. Tapi sumpah, pagi itu saya
tidak langsung ke halaman 34, selalu, selalu halaman yang saya buka
pertama adalah halaman 6, untuk sekadar tahu siapa yang menulis di sana hari
itu. Saya tak peduli apa imbalan tulisan kecil tadi. Saya hanya peduli tentang
bagaimana saya mewujudkan impian saya, bahwa suatu hari nanti, saya akan,
bahkan HARUS, bisa menembus halaman 6. One day, it will be and must
be reached. Dan seperti yang Assad bilang, big thing dimulai dari small
thing. Mari raih impian kita, sesederhana apapun itu di mata orang lain.