Senin, 17 September 2012

Notes From Bus


Kerontang dan gersang.
Pesawahan.
Pepohonan.
Pebukitan.

Lalu kusadari.
Apalah guna lagi rutuki hujan.
Kini hanya pengharapan.
Agar ia lekas datang.

Agar hijau kembali bersemi.


Dari kursi no.1 Putra Remaja
Ketanggungan, Brebes
16/09/12 – 13.58 WIB

Selasa, 11 September 2012

Impian ke Halaman 6



Rasanya senang bukan main! Oh God, this is crazy, isn’t it… (lebay) Baru semalam saya galau soal masa depan: soal bisa tidak lulus tahun depan, soal mau ke mana setelah wisuda, soal apa nanti apply S2 saya diterima, dan soal-soal lainnya. Pagi harinya selepas menyapu dan beli sarapan, saya langsung buka koran itu. Setiap orang tentu punya rubrik favoritnya, halaman yang paling disukai. Begitu pun saya yang langsung membuka halaman 6. Kali ini, yang mengisi rubrik itu ada Pak Anies Baswedan dan di halaman sebelahnya ada Mr. Ban Ki Moon. Nggak, gue ga bilang “wow” kalo yang nulis Sekjen PBB, gue bakal bilang “wow” kalo Mr. Ban ngusir tentara Israel dari bumi Palestina.
Lalu saya buka halaman lainnya. Sampai tiba di halaman itu, kok rasanya saya kenal dengan orang di foto itu. Begitu saya baca nama argumentatornya: gila! Itu kan gue!!! Senang rasanya, haha.. (lebay) Padahal panjang tulisan itu cuma 1.300 karakter, padahal tulisan itu cuma nongol di halaman 34. Syukur, dimuat juga. Sebab awal mula tulisan itu adalah rasa sangsi, apakah saya (masih) bisa menulis atau tidak.
Setiap hari ketika membuka halaman 6, saya bermimpi, semoga suatu hari nama saya terpampang di sana. Bagi beberapa orang, mungkin banyak orang, halaman itu sama sekali tidak penting. Tapi bagi saya, itu penting, it is really meaningful for me as an ordinary person. Bukan honornya, melainkan identitas para penulisnya. Semua penulis yang mengisi halaman itu adalah orang-orang, yang setidaknya menurut saya, orang pintar (baca: cerdas). Pemikirannya dibaca banyak orang, pemikirannya mencerahkan para pembaca, amal jariyah banget kan… Itu koran ternama di tanah air, Asbud, come on..! Terkadang, ada guru besar, pengamat, peneliti, ketua apa, sekretaris apa, dan lain-lain. Bahkan orang DPR juga pernah saya lihat namanya di sana. Anggota DPR bisa nulis juga tho, hoho…
Ketika berkomunikasi dengan-Nya, kadang cakap saya, “Tuhan, sederhana kan keinginanku, dengan apa yang ada pada diriku saat ini, bukankah impian itu simpel sekali…” Sampai saya baca buku “Notes From Qatar” karya Muhammad Assad punya daddy. Ada pelajaran yang saya dapat, bahwa cita-cita besar dimulai dari hal-hal kecil. Tulis Assad di halaman 249, “Every big thing starts from a small thing.” Oke, sekali lagi bagi orang lain, menembus halaman 6 itu tidak penting, but once more for me it is meaningful. Hal kecil yang lalu saya lakukan adalah mencoba ke rubrik-rubrik yang memberi wadah untuk mahasiswa mengisinya.
Salah satunya adalah halaman 34 dan 35 yang terbit tiap Selasa, surat kabar yang sama. Oke, dengan bismillah, tulisan 1.300 karakter itu pun terkirim. Satu kali kirim, pekan depannya saya tidak dapati tulisan saya. Dua kali kirim, ternyata.. Tapi sumpah, pagi itu saya tidak langsung ke halaman 34, selalu, selalu halaman yang saya buka pertama adalah halaman 6, untuk sekadar tahu siapa yang menulis di sana hari itu. Saya tak peduli apa imbalan tulisan kecil tadi. Saya hanya peduli tentang bagaimana saya mewujudkan impian saya, bahwa suatu hari nanti, saya akan, bahkan HARUS, bisa menembus halaman 6. One day, it will be and must be reached. Dan seperti yang Assad bilang, big thing dimulai dari small thing. Mari raih impian kita, sesederhana apapun itu di mata orang lain.