Minggu, 28 Oktober 2012

Just Sharing



Alhamdulillah, sejak beberapa bulan lalu memantapkan passion, pelan-pelan mulai ada hasil. Hasil tersebut memang belum seberapa, maklum, masih amatir. Dan lagi, ada kewajiban akademik dan kewajiban lembaga yang sama-sama harus seimbang. Seperti yang pernah kusampaikan dalam sebuah forum, “Jangan cepat puas, sebelum mimpi itu tercapai sepenuhnya.
Have a nice reading for these amateur writings:
Opini Swara Kampus (KR Group), dimuat 11 September 2012.
Argumentasi Kompas Kampus, dimuat 11 September 2012.
Suara Mahasiswa Seputar Indonesia, dimuat 03 Oktober 2012.
Suara Mahasiswa Okezone.com, dimuat 26 Oktober 2012.
Nominasi Esai Sospol in Action, baru tahu 28 Oktober 2012 atau setelah masa voting ditutup.
Bukan bermaksud ingin dipuji dan sebagainya, melainkan hanya ingin kritik dan saran jika teman-teman bersedia. Karena bagaimanapun, tulisan-tulisan di atas masih terbilang pemula, dari tangan seseorang yang biasa, tanpa embel-embel beasiswa, hehehe.. Namun jika tidak bersedia, juga tidak apa-apa. Terima kasih sudah berkenan membaca.

Rabu, 24 Oktober 2012

Setiap Kita Berhak Bermimpi


 “Kalo kita punya mimpi, genggam, dan kejar mimpi itu,” demikian kata Desi Trisnawati, finalis Master Chef Indonesia Season 2. Direktur sebuah hotel di Pulau Bangka tersebut mengatakannya pada program Master Chef Indonesia Season 2 yang tayang di RCTI, episode 21 Oktober 2012 lalu. Mungkin bagi beberapa orang, Desi bukanlah siapa-siapa, namun kata-katanya perlu dijadikan apa-apa.
Begitu banyak “orang” mengawali sesuatu karena mimpi. Sebut saja, Agnes Monica, penyanyi Indonesia yang go international. Oke, bagi dirimu yang suka berpikir kritis atau berfilosofis, tokoh seperti Desi dan Agnes mungkin tidak masuk hitunganmu, tapi cobalah pikirkan kata-kata mereka. Bahwa segalanya dimulai dari mimpi. Bahwa apa yang mereka lakukan demi suatu pencapaian adalah berawal dari mimpi.
B.J. Habibie pun menjadi ahli penerbangan ternama, ternyata juga karena mimpi. Mimpi untuk menghubungkan seluruh nusantara yang terdiri dari banyak pulau dengan moda transportasi pesawat terbang. Begitu pula (mungkin) dengan tokoh-tokoh lain, seperti Anies Baswedan dengan Indonesia Mengajar-nya dan Yusuf Mansur dengan Indonesia Menghafal-nya. Who knows that it just because of dreams…
Buku “5 Cm” karya Dhonny Dirgantara juga mengajarkan kita untuk peduli dengan mimpi. Imajikan mimpi itu dan gantungkan di sini, lima sentimeter dari pelipis, demikian analogi yang digunakan Dhonny untuk mengingatkan siapapun akan mimpinya. Buku “Sang Pemimpi” karya Andrea Hirata juga mengajarkan hal serupa. Bermimpilah, dan Tuhan akan memeluk mimpi itu, ujar Arai sang tokoh utama rekaan Andrea.
Mimpi, mimpi, dan mimpi. Setiap kita berhak bermimpi, akan dikemanakan mimpi itu, diwujudkan atau hanya dibayangkan, tergantung masing-masing kita. Tentunya, setiap kita ingin tidak stuck sebagai pengkhayal, setiap kita pasti ingin mimpi itu menjadi kenyataan. “Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia, berlarilah tanpa lelah sampai engkau meraihnya,” kata Nidji dalam lagunya, Laskar Pelangi.
Untuk mewujudkan mimpi itu dibutuhkan usaha. Seberapa besar usaha itu tergantung seberapa tinggi mimpi kita. Hubungan linear setidaknya berlaku di sini, semakin tinggi sebuah mimpi, semakin besar usaha yang harus dilakukan untuk mewujudkannya. Semakin besar pula (terkadang) kendala yang menyertai usaha tersebut. Berkorban waktu, tenaga, pikiran, dan biaya, yang tidak sedikit.
Walau bagaimanapun, sekali lagi, setiap kita perlu menjadikan kata-kata Desi sebagai apa-apa. Oke, jangan lihat latar belakang Desi, cukup lihat saja keuletannya bertahan di kompetisi hingga kini sampai di babak grand final. Bahwa ternyata di balik usahanya, ibu tiga anak tersebut pun berpemahaman untuk selalu konsisten dengan suatu mimpi.
Konsisten dengan mimpi, meskipun harus dijalani secara mandiri. Karena diri ini yakin, Tuhan itu sudah lebih dari cukup. Bismillah…

New spirit after joined IELTS Simulation
23rd of October, 2012
The Phoenix Hotel, Yogyakarta

Selasa, 16 Oktober 2012

Bintang Jatuh



Buper Sekipan, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Hari survey di Pos 2. Awalnya, diri ini sangsi ketika tiga perempuan itu tiba-tiba tengadah. Berseru tentang adanya gerakan benda langit. Beberapa detik terdiam, tidak menjawab apa-apa ketika dilontar tanya.
Esoknya, kulihat sendiri dengan mata kepala. Hari H di flying camp. Sesaat sebelum pejamkan mata di dalam sleeping bag. Sejurus menatap taburan bintang sembari berbaring di semak-semak.
Bintang jatuh!
Gerakan benda langit itu begitu nyata. Tertangkap basah oleh retina. Titik putih bercahaya yang bergerak, entah ke arah mata angin mana. Bergerak meninggalkan garis putih yang berarak. Bergerak di antara taburan titik-titik bercahaya lainnya.
Make a wish, Bud!
Jika kami berjodoh, Tuhan, pertemukanku kembali dengannya…”