Beberapa hari lalu, saya mengikuti IELTS Simulation Test di
sebuah institusi. Kalau yang belum tahu apa itu IELTS, IELTS adalah singkatan
dari International English Language Testing System. IELTS hampir mirip
dengan TOEFL, sama-sama tes yang menguji kemampuan Bahasa Inggris. Kalau yang
belum tahu apa itu TOEFL, TOEFL adalah singkatan dari Test of English as
Foreign Language. Hal yang membuat keduanya berbeda adalah tingkat
kesulitan dan ragam bentuk soal yang harus dikerjakan.
TOEFL (yang pernah saya ikuti) terdiri dari 3 bagian: Listening,
Structure, and Reading. Adapun penjelasan singkatnya adalah sebagai
berikut:
Listening = Ada rekaman
yang berupa percakapan beberapa orang atau dialog yang berlangsung di suatu
tempat, kemudian ada soal berdasarkan rekaman itu, berupa pilihan ganda dan
isian.
Structure = Ada kalimat
yang harus dianalisis sesuai dengan grammar, kita diminta untuk
menentukan kata yang salah menurut aturan tata bahasa.
Reading = Ada bacaan
dengan topik bahasan tertentu, lalu ada soal terkait bacaan itu, berupa pilihan
ganda.
Sementara itu, IELTS (yang kemarin saya ikuti) terdiri dari
4 bagian: Listening, Reading, Writing, and Speaking. Berikut paparannya
masing-masing:
Listening = Pada sesi ini, rekaman
yang diperdengarkan tidak sebatas dialog atau percakapan, tetapi bisa juga
wawancara, penjelasan ahli, dsb. Saya mendapat rekaman wawancara responden
penonton televisi, penjelasan produk perusahaan oleh seorang sales,
penjelasan dosen ke mahasiswanya tentang rencana penelitian, dan penjelasan
ahli tentang air resapan di Australia. Soalnya pun tidak sebatas isian dan
pilihan ganda; ada pilihan ganda yang jawabannya lebih dari satu, ada soal
mencocokkan benar atau salah, dan ada soal mencocokkan pernyataan dan
penjelasannya. Berbeda sekali dengan model soal TOEFL, apalagi beda jauh dengan
model soal UAN.
Reading = Pada sesi ini, bacaan
yang disajikan bukan sebatas bahasan ringan. Saya mendapat tiga bacaan, yaitu
tentang perawatan kucing Afrika di sebuah taman konservasi, hasil riset tentang
insomnia di Eropa, dan opini para ahli tentang sistem pertanian di sebuah
tempat bernama Oregon, AS. Soalnya, lagi-lagi tidak sebatas pilihan ganda. Ada
soal mencocokkan benar, salah, atau informasi tidak diberikan bacaan. Ada soal
mencocokkan pernyataan dengan satu, dua, atau kedua objek yang diceritakan
bacaan. Ada soal mencocokkan pernyataan ini kata siapa dan pernyataan itu kata
siapa. Ada soal melengkapi bacaan rumpang yang didasarkan pada bacaan
sebelumnya. Dan semua itu benar-benar membutuhkan ketelitian ekstra karena
banyak kalimat yang bisa multitafsir.
Writing = Pada sesi ini, terdapat
dua tes menulis. Pertama, menulis tentang sebuah gambar, bisa berupa diagram
atau grafik yang merupakan persentasi suatu penelitian. Kedua, menulis tentang
sebuah opini, tergantung pokok bahasan yang diminta. Tulisan pertama berkisar
150 kata dan tulisan kedua berkisar 250 kata. Saya mendapat diagram batang
tentang persentase literasi pada pria dan wanita yang dibagi menurut benua,
lalu mendapat opini tentang penghapusan kegiatan ekskul dari kurikulum akademik
karena tuntutan sekarang menghendaki nilai akademik yang bagus. Menurut saya,
sebagus-bagus pemikiran, akan percuma jika kosa kata Bahasa Inggris terbilang
minim. Untuk itu, pikir-pikir dulu ingin menulis apa sesuai kemampuan agar
tidak macet di tengah menulis.
Speaking = Pada sesi ini, terdapat
dua tes bicara. Pertama, bicara tentang data pribadi, seperti nama, alamat,
keluarga, pendidikan, kegiatan, hobi, dsb. Kedua, bicara tentang topik yang
ditentukan oleh penguji, namun setelah diberi tahu topiknya, ada waktu untuk
mempersiapkan apa-apa yang akan dibicarakan. Tentunya, hal ini lagi-lagi
berhubungan dengan kemampuan agar tidak macet di tengah bicara. Kemarin, saya
mendapat topik mengenai film favorit, tokoh-tokohnya, kenapa menarik, alur
cerita atau plotnya, dan pendapat tentang dunia film/televisi di Indonesia.
My Impression
Saya pribadi, jika disuruh memilih tingkat kesulitan IELTS,
maka Speaking was the most difficult part. Saya sempat stuck,
diam beberapa lama karena tidak tahu mau bicara apa lagi, lola alias loading
lama! Dan, si penguji tidak membantu apa-apa, beliau menunggu dan tidak
menanggapi apa-apa. Pun jika ada salah bicara, jangan harap dibenarkan. The next
difficult part was Listening. Bukan model soalnya yang “menyiksa”, tapi
juga aksen atau gaya bicara yang cepat, seperti sungguhan. Kalau pas UAN ada
pengantar “what does the man mean” atau “what does the woman mean”,
pas IELTS jangan harap ada, tahu-tahu sudah beralih ke rekaman selanjutnya
padahal soal belum terjawab. I just enjoyed in Writing and Reading.
IELTS kini adalah momok pengganti fisika, menurut saya.