Sabtu, 30 April 2011

Nyanyian Angsa


Nyanyian Angsa
Karya: WS Rendra



Majikan rumah pelacuran berkata kepadanya:
“Sudah dua minggu kamu berbaring.
Sakitmu makin menjadi.
Kamu tak lagi hasilkan uang.
Malahan kapadaku kamu berhutang.
Ini beaya melulu.
Aku tak kuat lagi.
Hari ini kamu harus pergi.”

(Malaekat penjaga Firdaus.
Wajahnya tegas dan dengki
dengan pedang yang menyala
menuding kepadaku.
Maka darahku terus beku.
Maria Zaitun namaku.
Pelacur yang sengsara.
Kurang cantik dan agak tua.)

Jam dua-belas siang hari.
Matahari terik di tengah langit.
Tak ada angin. Tak mega.
Maria Zaitun ke luar rumah pelacuran.
Tanpa koper.
Tak ada lagi miliknya.
Teman-temannya membuang muka.
Sempoyongan ia berjalan.
Badannya demam.
Sipilis membakar tubuhnya.

Kamis, 28 April 2011

Hari Ini di Kantor LPM


Sudah dua hari berlalu dari tanggal 26 April. Hari dimana Bapak Prof. Dr. Amien Rais lahir dan juga hari dimana Tragedi Chernobyl di Ukraina terjadi. Dan sekaligus, hari ulang tahunku.. Cie-cie-cie….
Hari ini, saya sama sekali tidak menduga bakal mendapat hadiah. Ada kejutan kecil dari teman-teman sesama anggota lembaga pers mahasiswa (LPM). Tadinya, ketika berangkat selepas ‘isya’, saya sempat berpikir kayaknya nanti bakal sedikit dikerjain nih, karena kan anak mapala sama anak persma kadang ada kemiripan kalau soal slengeannya, hehehe.. Itu pikiran saya saja atau pikiran orang banyak juga ya.., bodo ah!
Well, saat saya tiba di kantor LPM, saya langsung masuk sambil mengucap salam.
“Assalamu ‘alaikum..”
Suasana kantor sedang dipenuhi banyak orang. Ada yang lagi membaca Tempo, ada yang lagi menekuri Kompas, ada yang nonton Metro, ada yang ngobrol biasa, dan ada juga yang lagi jualan, wkwkwk.. Eh, baru saja saya mau duduk, tiba-tiba ada yang nyeletuk, “Mas Bud, makan-makannya mana, ulang tahun to..”
Semua mata sontak tertuju kepada saya.
Semua mengomentari celetukan provokatif barusan.
Dan sesaat kemudian..
Happy birthday to you,
happy birthday to you,
happy birthday, happy birthday..,
happy birthday to you!!” semua menyanyi sambil bertepuk tangan. Raut-raut wajah itu saya yakin adalah ketulusan yang tidak dibuat-buat. Senyum-senyum yang saya lihat adalah senyum yang tidak dipaksakan.
“Horee..!!” tepuk tangan terakhir begitu meriah sebagai penutup lagu.
Saya shock mendapat kejutan kecil seperti itu. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Sumpah, ini benar-benar di luar dugaan, ini sama sekali tidak sedikitpun saya pikirkan.
“Asbud mau pilih mana, traktir kita apa diiket?”
“Teh-teh, itu ada teh.” (maksudnya mau disiram pake teh)
Wah, mulai deh nih yang jahil-jahil, hihihi..
Saya benar-benar surprised banget. Honestly, I’m impressed. Padahal saya belum lama bergabung dengan LPM ini. Padahal saya juga bukan siapa-siapa di sini. Saya hanya orang biasa yang (katanya) tulisannya bagus. Just it.
Sempat terlintas di benak saya: coba anak-anak tekstil juga ngasih kejutan kayak gini kemarin, hmm..
Buat LPM Himmah, makasih buat malam ini. Walaupun hanya nyanyian singkat, itu sudah sangat berarti bagi saya. Itu adalah hadiah yang tak terlupakan. Sukses selalu untuk kita semua. Tetap jadi media yang kritis dalam analisis sosial. Salam super!

Selasa, 19 April 2011

Arti Kehilangan


وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِين.
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah: 155)

Gimana sih rasanya kehilangan orang yang paling dicintai?
Sedih. Itu pasti. Sedih karena dia adalah orang yang paling dekat dengan kita. Sedih karena dia adalah orang yang selalu memberikan kita dorongan baik suka maupun duka. Sedih karena bayangan-bayangan dirinya terlalu sulit dilupakan. Sedih karena memori-memori dirinya selalu terkenang.
Di samping itu, mungkin ada yang menyesal atau kecewa. Sebab kita merasa belum mampu membuatnya bahagia. Sebab ada keinginannya yang belum bisa kita wujudkan. Sebab kita juga belum sempat meminta maaf kepadanya ataupun memohonkan maaf darinya untuk semua kesalahan kita.
Ada pula rasa bahagia. Bahagia karena dia sudah berada di sisi Tuhan untuk selama-lamanya. Tempat terindah baginya yang pergi dalam keadaan husnul khaatimah.
Setiap kita pasti punya sosok yang paling berharga dalam hidup. Setiap kita memiliki orang yang paling dicintai dalam hidup. Entah itu orangtua, pasangan hidup, anak-anak yang lucu, hingga sahabat karib. Bagaimana seandainya Tuhan memanggil mereka secara tiba-tiba.. Sanggupkah kita? Siapkah kita untuk keadaan itu….
Aku bisa merasakan duka beliau. Duka kehilangan orang yang paling beliau cintai. Tidak ada lagi sambutan senyum di pagi hari. Tidak ada lagi telepon di siang hari yang sekadar bertanya apakah sudah makan siang atau belum. Tidak ada lagi perbincangan hangat di tempat tidur ketika malam tiba. Sekian puluh tahun hidup bersama dalam tawa dan tangis, kini harus dipisahkan oleh takdir. Takdir bernama kematian.
Kematian yang mengubah raut berseri-seri penuh semangat menjadi redup sesaat diselimuti murung.
Orang mungkin bisa berkata, “Kamu harus kuat,” atau “Semua ini bisa kau lewati,” atau “Cari saja penggantinya yang baru.” Ah.., orang-orang itu tentu bermaksud baik, hanya caranya yang terkadang membuat jengah. Tahu apa mereka soal kehilangan? Apa kita tidak boleh bersedih sebentar, mengenang setiap detik indah yang dulu dilalui bersama.. Sebentar saja, hanya sebentar.. Toh mereka juga akan melakukan hal yang sama jika itu terjadi pada diri mereka, jika orang yang paling mereka cintai menghadap Tuhan setelah sekian waktu berjuang melawan penyakit….
Pak Habibie saja menitikkan airmata saat almh. Ibu Ainun dimakamkan, namun beberapa hari lalu aku saksikan di televisi, beliau sudah bisa tertawa lagi bersama para cucunya. Aku yakin Bapak seperti Pak Habibie. Bapak sangat mencintai istri sama seperti Pak Habibie mencintai Ibu Ainun. Betapa dalam raca cinta itu dalam buku “Habibie dan Ainun”. Aku bisa ikut merasakannya, merasakan cinta yang hanya dapat dipisahkan oleh sesuatu yang disebut kematian. Dan cinta itulah yang seiring waktu akan mengembalikan kekuatan. Aku yakin cepat atau lambat, Bapak akan kembali menjadi sosok yang visioner seperti sedia kala..
Tentu berat sekali kehilangan orang yang paling kita cintai. Tapi kita juga tidak boleh terus larut dalam kesedihan. Meskipun sedih adalah hak setiap orang yang sangat manusiawi, dunia terus berputar. Waktu terus berlari. Kita harus yakin bahwa semua yang terjadi adalah apa yang terbaik bagi kita menurut kacamata Tuhan.
Hari ini, aku belajar dari seorang dosenku. Bahwa kehilangan orang yang paling dicintai adalah hal yang tidak mudah. Bahwa itu adalah cobaan yang harus dilalui dengan penuh kesabaran. Bahwa kehilangan jiwa tentu tidak berarti kehilangan cinta..

Senin, 18 April 2011

Seribu Masjid Satu Jumlahnya


Seribu Masjid Satu Jumlahnya
Oleh: Emha Ainun Najib




Satu
Masjid itu dua macamnya
Satu ruh, lainnya badan
Satu di atas tanah berdiri
Lainnya bersemayam di hati
Tak boleh hilang salah satunya
Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu
Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu
Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu

Dua
Masjid selalu dua macamnya
Satu terbuat dari bata dan logam
Lainnya tak terperi
Karena sejati


Tiga
Masjid batu bata
Berdiri di mana-mana
Masjid sejati tak menentu tempat tinggalnya
Timbul tenggelam antara ada dan tiada
Mungkin di hati kita
Di dalam jiwa, di pusat sukma
Membisikkan nama Allah ta'ala
Kita diajari mengenali-Nya
Di dalam masjid batu bata
Kita melangkah, kemudian bersujud
Perlahan-lahan memasuki masjid sunyi jiwa
Beriktikaf, di jagat tanpa bentuk tanpa warna

Sabtu, 09 April 2011

Tuhan Sembilan Senti


Tuhan Sembilan Senti
Oleh: Taufiq Ismail



Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok.

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah… ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok.

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok.

Kamis, 07 April 2011

Mi Panjang Umur


Sewaktu menunggu bulik opname di rumah sakit beberapa bulan lalu, saya iseng membuka lemari kecil di samping tempat tidur. Malam itu sekitar pukul 11 dan saya bingung mau mengerjakan apa lagi di ruang berisi dua pasien tersebut. Tetangga sebelah sudah tidur, begitu juga bulik saya. Tayangan di televisi sudah tidak ada yang menarik lagi, begitu juga yang di channel langganan seperti Disney Channel, HBO, and Star Movies. Nah, akhirnya saya temukan Majalah Kartini dan mulai membukanya lembar demi lembar.
Eh, di halaman belakang ada liputan khusus kegiatan artis dalam menyambut Hari Raya Imlek, yaitu kesibukan Ferry Salim. Fokusnya sih tentang masakan khas yang biasa disajikan keluarga. Ada beberapa makanan hari raya yang dibahas di sana, saya tidak ingat semua, namun yang saya yakin rasanya lezat dan gizinya sehat dari tampilannya adalah “mi panjang umur”.
Langsung saya ambil ponsel yang ada di saku celana, lalu mulai membuka program “notes”. Huruf demi huruf resep pun berloncatan di sana.
Well, do you interested? To make it and also eat? Here it is:

Bahan:
·         2 sdm minyak goreng
·         4 siung bawang putih, cincang halus
·         5 butir bawang merah, cincang halus
·         150 gr udang, kupas dan sisakan ekornya
·         100 gr daging dada ayam, potong dadu kecil
·         550 gr mi keriting, siapkan sesuai petunjuk dalam kemasan
·         ½ sdm kecap asin
·         1 sdm kecap manis
·         1 sdm kaldu/air matang
·         ½ sdt merica
·         ½ sdt garam
·         5 lembar sawi hijau, potong 2 cm
·         100 gr taoge
·         100 butir telur puyuh, rebus dan kupas
·         1 batang daun bawang, iris tipis


Cara Membuat
1.       Panaskan minyak goreng, tumis bawang putih dan bawang merah hingga harum. Masukkan udang dan daging ayam, aduk rata hingga udang berubah warna.
2.      Tambahkan mi, kecap asin, kecap manis, air, merica, dan garam (jika perlu). Aduk hingga rata dengan bumbu.
3.      Masukkan sawi, taoge, telur puyuh, dan daun bawang. Aduk hingga mi rata dengan bumbu dan bahan lain.
4.      Angkat, sajikan segera.


Sesuatu yang menarik bagi saya dalam mi panjang umur itu adalah sawi dan udang. I like them very much!
Sawi, jujur di international school dulu, saya sudah punya pengalaman menanam sawi sejak masih benih sampai panen. Bersama anak-anak KPTH, hampir setiap sore kami sibuk di lahan belakang laboratorium. Dari mulai mencangkul tanah yang kerasnya minta ampun, menyiangi alang-alang yang penuh duri, mengangkuti letong dari dekat kandang sapi sampai ke lahan, hmm…, nice memory… Yang paling menyenangkan, tentu ketika panen. Satu lagi, juga ketika memberi pupuk, ternyata tuas pompanya berat betul ya, hohoho…
Udang, nggak tahu kenapa suka-suka-suka. Dari yang kemasannya bakwan udang, udang mendoan, oseng-oseng udang, udang goreng tepung bumbu, sambal udang, kerupuk udang, hmm…, nyummy…! Dan untungnya, saya nggak pernah tuh alergi udang. Kalau alergi ikan laut sih kadang-kadang.  Derito nian e, budak Plembang ngapo pulo alergi iwak tu, secara di sana kerupuk Palembang bertebaran di mana-mana, huhuhu…
Well, about the philosophy of the food. Biasanya, mi panjang umur disantap pada sesi makan malam. Seni menyantapnya adalah dimakan secara utuh tanpa digigit bersama-sama dengan keluarga. Sebelumnya, kita memohon doa terlebih dahulu tentang harapan apa yang kita inginkan terwujud di tahun berikutnya. Mi panjang umur atau “siau mie” merupakan simbol umur panjang manusia agar dalam mengarungi hidup senantiasa dilimpahkan kecukupan rezeki dan kebahagiaan.
Finally, ada yang mau buat mi panjang umur untuk saya nggak ya, hehehe…