Selasa, 03 Januari 2012

Amien Rais: Optimisme Meraih Kejayaan Bangsa


‘UII’ atau Umat Islam Indonesia tidak boleh pesimis, tetapi harus selalu membangun optimisme dalam meraih kejayaan bangsa.
* * *

“Tahun 2011 merupakan tahun pergolakan di berbagai lini kehidupan, mulai dari sosial, politik, sampai dengan agama. Tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga di negara-negara Arab, seperti Maroko, Yaman, Syiria, Tunisia, Libya, Mesir, dan lain sebagainya,” kisah Prof. Dr. M. Amien Rais, M.A. mengawali sesi berikutnya pada Pengajian Refleksi Tutup Tahun di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, setelah Pak Busyro Muqoddas usai.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Periode 1995-2000 tersebut lebih jauh menceritakan bahwa ekspos besar-besaran Revolusi Arab tadi dapat disaksikan di banyak stasiun berita internasional, seperti CNBC, CSBC, CNN, dan Al-Jazeera. Tapi anehnya, pergolakan yang mencekam di dunia Islam itu justru diminimalisir pemberitaannya di Indonesia. Ada yang beranggapan, Timur Tengah sedang memasuki musim semi-Arab. Timur Tengah sedang melepaskan diri dari winter atau musim dingin kepada spring atau musim semi. Melepas diri dari kedinginan yang panjang, gelap, dan mencekam kepada keadaan yang berseri-seri, subur, dan semilir.
Dari Libya, ada sosok Moammar Khadafi yang dengan potongan muslimnya ia wafat dengan cara tewas ditembak seperti kelinci. Kemudian, jenazahnya dibawa ke pasar kota, lalu diludahi beramai-ramai. Dari Irak, ada sosok Saddam Husein yang meninggal dengan cara digantung seperti binatang. Di Mesir, sosok pendiam Hosni Mubarak yang telah berkuasa selama sekitar 30 tahun terguling dari singgasana kekuasaan. Sekarang, ia berada di penjara yang dulu pernah digunakan untuk menyiksa para pejuang Ikhwanul Muslimin pada era Presiden Gamal Abdul Nasser. Selanjutnya, di Tunisia, presidennya lari tunggang langgang menjadi pengungsi di Saudi.
Mengapa nasib mereka berakhir tragis? Mengapa rezim-rezim yang berkuasa di banyak bangsa Arab berjatuhan? Sebab, para pemimpinnya melestarikan kekuasaan dengan model penindasan. Sebab, para pemimpinnya sedikit banyak mewarisi tradisi Fir’aun dan Namrud dimana hidup bermewah-mewah dengan membelakangi wahyu Ilahi, sehingga mereka pada akhirnya tersungkur dari singgasana kekuasaan karena menindas rakyatnya sendiri.
Dalam QS. At-Takaatsur:1, Allah Swt. telah mengatakan dengan jelas bahwa dunia itu bisa mencengangkan kita dengan sendirinya. Maksudnya, kemegahan/kemewahan dunia dengan sendirinya akan membuat kita lalai. Padahal dalam QS. Al-Hadiid:20, Allah Swt. sudah mengingatkan bahwa dunia ini hanya sebatas la’ibun atau main-main dan sebatas lahwun atau senda gurau. Bahasa Jawa-nya: cekakakan. Dunia ini tidak lain hanyalah mataa’ul ghuruur atau kesenangan yang menipu.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Saat ini, pemerintah Indonesia tidak serius mengurusi rakyatnya. Meskipun ada ukuran yang menyatakan bahwa kondisi kita sudah lebih baik daripada zaman awal reformasi, kemiskinan dan pengangguran masih banyak di Indonesia. Ada orang yang beranggapan, wisdom atau kebijaksanaan adalah barang yang hilang dari kepunyaannya orang-orang muslim. Selain itu, ada pula yang beranggapan, andaikan dikelola dengan baik, Indonesia akan menjadi “BRICI”, yaitu rangkaian negara-negara Brazil, Rusia, India, China, dan Indonesia.
Setidaknya, ada tiga halangan yang menghambat kemajuan pembangunan di Indonesia. Pertama, pemimpinnya yang tidak mudeng-mudeng alias tidak lekas mengerti. Dalam proses pembangunan, infrastruktur merupakan unsur yang penting. Infrastruktur adalah kunci kemajuan ekonomi. Contohnya adalah jalan tol, bandingkan saja jalan tol yang dimiliki oleh Indonesia dan Malaysia, tidak perlu jauh-jauh mencari perbandingan. Kedua, korupsi. Korupsi jelas sekali menghambat kemajuan pembangunan. Uniknya, korupsi ini makin ditempeleng malah makin kuat (menjadi-jadi). Ketiga, etos kerja. Etos kerja umat muslim masih rendah jika dibandingkan dengan etos kerja orang-orang Barat.
Oleh karena itu, apabila Indonesia ingin fokus pada kemajuan: infrastuktur harus diperbaiki, korupsi harus dilawan, dan etos kerja harus ditingkatkan.
Terakhir, Pak Amien mengungkapkan ketakutannya akan kemungkinan lepasnya Papua dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Luas Papua adalah tiga setengah kali luas Pulau Jawa dengan jumlah penduduk sekitar tiga setengah juta jiwa. Jangan sampai, “tembang Papua melebihi pulau-pulau lain”. Jangan sampai Papua ikut melepaskan diri seperti apa yang dulu dilakukan Timor Timur (kini Timor Leste). Ah.., ternyata bapak turut merasakan ketakutan yang sama seperti apa yang saya rasakan…
Namun demikian, ‘UII’ jangan pesimis. UII atau Umat Islam Indonesia tidak boleh pesimis, tetapi harus senantiasa membangun optimisme dalam meraih kejayaan bangsa. Optimisme dalam membangun Indonesia yang bebas dari tekanan, ancaman, rayuan, dan juga bebas dari sogokan.

Senin, 02 Januari 2012

Busyro Muqoddas: Dakwah yang Tidak Pesimis


Amar ma’ruf nahi munkar mutlak diperlukan secara bersama-sama sebagai dakwah yang tidak boleh kenal kata pesimis.
* * *

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” demikian terjemah QS. Al-Hasyr: 18 yang dijadikan pembuka oleh Bapak Dr. M. Busyro Muqaddas, S.H., M.Hum. pada Pengajian Refleksi Tutup Tahun di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta.
Lebih lanjut, Pimpinan KPK Periode 2011-2015 tersebut menerangkan bahwa berganti hari atau tidak, yang penting adalah senantiasa bermuhasabah, yakni mawas diri atau koreksi diri. Caranya adalah dengan beriman dan berbuat baik, sesuai penggalan QS. Al-‘Ashr: 3 yang berbunyi “wa tawaa shaubil haqqi wa tawaa shaubish shabr”. Selain itu, muhasabah juga dapat dilakukan dengan mempelajari situasi sehari-hari yang ada dalam kehidupan bangsa, baik itu sosial, politik, ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan, kesehatan, lingkungan, maupun aspek hukum.
Salah satu persoalan bangsa yang paling mengenaskan adalah korupsi. Dalam hal ini, umat Islam (muslim) tidak boleh berputus asa dan harus memiliki niat yang kuat saat memasuki hari-hari depan. Fenomena korupsi tidak cukup hanya disikapi dengan beristighfar, tetapi juga harus ada keinginan untuk mengubahnya. Istilahnya: la tai’as wa nawaitu wa ibda’ binafsii… Allah Swt. berfirman di dalam QS. At-Tahrim:6 bahwa orang-orang yang beriman harus memelihara diri dan keluarganya dari api neraka. Maka, cara untuk memerangi korupsi adalah dimulai dari orang-orang terdekat kita, yaitu keluarga. Istri-istri yang baik mengingatkan para suami untuk tidak menghidupi keluarganya dari uang yang tidak halal.
Pada power point slide yang diputar kemudian, tampak bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA). Namun di lain sisi, Indonesia juga kaya akan hutang dan miskin akan moral. Kekayaan SDA Indonesia bisa dilihat dari hasil buminya yang berupa timah, batu bara, liquid natural gas (LNG), minyak bumi, serta kekayaan lautnya yang bernilai sekitar 7.200 Triliun per tahun. Subhaanallah… Ironisnya, sebagian besar warga negara Indonesia menjadi pembantu di negeri sendiri. Banyak kekayaan SDA yang dikelola pihak asing, sementara orang Indonesia hanya sebatas diperbantukan, sehingga menjadi “pembantu”. Naudzubillah…
Mental pembantu itu pun masih harus ditambah lagi dengan mental korupsi yang dilakukan para pejabat negara. Padahal jelas disebutkan dalam UUD 1945 Pasal 33, bahwa kekayaan alam Indonesia dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat, bukan kemakmuran pejabat. Pelaku korupsi sudah tersebar dari pemerintah pusat sampai dengan pemerintah daerah, seperti anggota DPR, penegak hukum: jaksa dan polisi, gubernur, bupati, dan lain sebagainya. Akibatnya, kemiskinan dan pengangguran masih merajalela.
Allah Swt. memerintahkan kita untut tidak berbuat kerusakan di muka bumi sebagaimana QS. Al-A’raf: 56. Ia juga menyuruh kita untuk makan dan minum dari rezeki yang halaalan thayyiban (halal dan baik) sebagaimana QS. Al-Baqarah:60. Korupsi jelas bertentangan dengan perintah Allah Swt. Korupsi melanggar syari’at agama dan norma hukum. Pada praktiknya, korupsi bisa dilakukan jika ada niat, kesempatan, dan godaan. Pada sebabnya, korupsi dapat dilakukan karena para pelakunya terpaksa lantaran keadaan yang menjepit atau karena sifat serakah dari diri manusia itu sendiri. Oleh karena itu, orang jujur yang berusaha untuk tidak korupsi adalah orang yang hebat.
Lantas, bagaimana cara kita membentengi diri dari tindakan korupsi?
Pertama, yaitu dengan bersedekah harta agar harta kita halaalan thayyiban. Sedekah secara tidak langsung akan melindungi kita dari perbuatan korupsi. Kedua, dengan sadar akan empat pertanyaan sebagai hal pertanggungjawaban kita di akhirat nanti: umur kita digunakan untuk apa?, badan kita rusak kenapa?, ilmu yang kita punya dimanfaatkan untuk apa?, serta rezeki yang kita dapat dari mana asalnya?. Ketiga, dengan senantiasa berbuat baik serta saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran, seperti firman Allah Swt. di QS. Al-‘Ashr:3. Berbuat baik akan membuat jiwa kita tenang, selain itu ketika kembali kepada Tuhan pun dengan hati yang lapang, seperti difirmankan-Nya di QS. Al-Fajr:27-30.
Terakhir, kita sebagai umat muslim harus saling dakwah satu sama lain. Amar ma’ruf nahi munkar mutlak diperlukan secara bersama-sama sebagai dakwah yang tidak boleh kenal kata pesimis. Dakwah yang dilakukan bersama-sama antara masyarakat dan penegak hukum yang berkeinginan sama dalam memberantas korupsi.

Minggu, 01 Januari 2012

Merayakan Tahun Baru


Pergantian tahun baru miladiyah atau tahun baru masehi selalu dirayakan dengan penuh suka cita. Hampir setiap tempat di penjuru dunia, termasuk Indonesia, tidak mau ketinggalan dalam menyambut datangnya hari baru tersebut. Semua berlangsung semarak dan meriah, mulai dari bunyi terompet, pentas seni, hingga nyala kembang api. Semua juga berlangsung syahdu dan khidmat, seperti pengajian refleksi tutup tahun, hingga doa dan dzikir bersama.
Sejak duduk di bangku TK hingga menjadi seorang mahasiswa, saya ikut terbawa euforia perayaan tahun baru. Mulai dulu yang hanya tiru-tiru tiup terompet, sampai sekarang yang sudah mengerti apa itu target dan tujuan.
Masa TK
Saat pergantian tahun baru, ibu membelikan dua terompet untuk kami. Satu untukku dan satu untuk adik laki-lakiku. Kami berempat, bersama dengan Yuk Narti, hidup di sebuah rumah petak di Jalan Batujajar, Malang. Kami ikut ibu yang tengah melanjutkan studi di Kampus UMM. Maka, tahun baru kala itu hanya kami isi dengan sebatas “toet-toet” saja. Sederhana.
Masa SD
Enam tahun menikmati masa kecil di Palembang, tahun baru tetap kami rayakan dengan ‘ritual’ tiup terompet. Beberapa hari jelang ganti tahun, ibu akan membonceng kami berkeliling mencari terompet. Terkadang, ibu mengajak kami potong rambut dulu, baru setelah itu mencari mamang penjual benda kerucut itu. Tahun-tahun berikutnya, kami mulai merayakannya pula dengan kembang api. Bapak yang bertugas untuk membeli kembang api tersebut. Kami berdua menghidupkan kembang api, dan adik perempuanku yang ketika itu masih balita ikut menyaksikan pendar-pendarnya dari gendongan bapak.
Masa SMP dan SMA
Di sebuah ‘istana Hogwarts’ bak kisah Harry Potter: Ma’had Al-Zaytun. Istana seluas dua ratus hektar yang terletak di hutan Mekar Jaya dan dikelilingi pagar Abu Nawas. Aku memulai hari-hariku di sana pada tengah tahun 2002. Dan mulai tahun baru 2003, 2004, hingga 2008, tahun baruku selalu diisi dengan acara yang sama, yaitu apresiasi seni yang ditutup dengan taushiyah Syekh. Beliau membunyikan sirine panjang yang disambut dengan tepuk tangan riuh sebagai pertanda tahun baru telah tiba. Ah, aku jadi ingat, beberapa kali aku pernah ikut mengisi apresiasi seni tersebut sebagai salah seorang pegiat seni sastra. Kenangan.
Masa Setelah ‘Nyantri’
Tengah tahun 2008, aku lulus dari titel ‘santri’. Tahun 2009 adalah kali pertamaku merayakan tahun baru tidak lagi di Gedung Al-Akbar, namun di rumahku sendiri yang bertipe 90 di Palembang. Aku menonton rangkaian film Harry Potter yang sudah diputar sejak beberapa hari sebelumnya di Bioskop TransTV. Dipandu oleh host Mieke Amalia dengan iklan Sunsilk-nya. Mulai dari Harry Potter and The Sorcerer’s Stone sampai dengan Harry Potter and The Goblet of Fire yang diputar tepat tanggal 31 Desember 2008. Setelah itu, aku menonton ‘tarian’ kembang api di berbagai tempat, tentunya dari pesawat televisi.
Tahun 2010. Saat itu, Bioskop TransTV sebenarnya kembali memutar rangkaian film, waktu itu gilirannya Spiderman. Mbak dan Mas sepupuku yang di Condongcatur berencana menontonnya, kami bertiga mau nonton bareng. Namun, kurayakan tahun baru itu dengan bakar jagung bersama teman-teman Teknik Kimia UII 2009. Kami bakaran biasa saja, lalu meneruskan obrolan di warung burjo. Barulah menjelang shubuh, satu per satu dari kami pulang ke rumah/kos masing-masing.
Tahun 2011 kurencanakan mengikuti pengajian tutup tahun bersama Pak Amien Rais di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta. Sementara ketujuh teman Tekstil 2009-ku meluncur ke Solo Baru, aku memilih untuk melajukan Smash Biru ke daerah Kauman. Bodoh. Aku baru keluar rumah sekitar jam 8 malam dan malah terjebak macet. Merayap. Gagal sudah mendengar ceramah Pak Amien, sudah terlanjur hilang selera. Polusi. Huft… Aku pun pulang ke Sonopakis.
Tahun 2012
Awalnya, aku dan ‘dia’ hanya ingin menonton Pentas Seni Budaya bertajuk “Klangenan Jogja” di Kawasan Nol Kilometer. Kurang lebih jam lima sore, kami meluncur ke TKP. Ternyata, ada juga Pasar Malam Perayaan Sekaten di Alun-alun Utara. Lalu, ada pula Pengajian Refleksi Tutup Tahun yang diisi oleh Pak Amien Rais dan Pak Busyro Muqoddas di Masjid Gedhe Kauman.
Jadilah malam itu, kami satu paket saja menghadiri ketiganya. Setelah maghrib-an, kami ke Pasar Malam lebih dulu. Berjalan sana-sini, lalu naik bianglala mini, dan makan soto ayam di salah satu warung. Kemudian, ‘dengan sotoynya’ aku ‘memimpin jalan’ ke daerah Nol Kilo. Eh, malah nyasar sampai ke Jalan Ibu Ruswo. *koplak
Setelah berenang dalam lautan manusia dan menemukan jalan kebenaran, kami tiba juga di sana. Kupikir, pentas menggunakan Bahasa Jawa Kromo, nyatanya memakai Bahasa Jawa sehari-hari, jadi aku pun sedikit mengerti apa yang dilakonkan. Setelah dirasa cukup, kami kembali melangkah ke Masjid Kauman.
Sesampai di sana, kami mengisi buku hadir. Kami mendapatkan souvenir berupa Buku Saku Hijau tentang Korupsi menurut Islam, serta stiker dan pin yang bertuliskan “Jujur Itu Hebat”. Ketiganya lengkap dengan logo KPK. Kami juga mendapatkan air mineral gelas dan roti isi coklat.
Setelah pengajian usai dan sempat melihat Hanum Rais lewat di depan kami bersama Rangga suaminya (lho?), kami ikut melaksanakan Shalat Lail berjamaah sejumlah raka’at Shalat Tarawih dan Witir, sekitar jam 11 malam. Sang imam melantunkan QS. Ash-Shaff dan QS. ‘Abasa di putaran kedua, seolah mengingatkan kapan terakhir kali kuulang hafalanku.
Menjelang jam 12, shalat pun selesai. Aku segera beranjak ke pelataran masjid dan bersama’nya’ menyaksikan ‘tarian’ kembang api di langit malam Kota Jogja. “Semoga tahun ini lebih baik daripada tahun kemarin,” pintaku dalam hati kepada-Nya, amien… Terakhir, kami pulang terjebak macet gara-gara ulah seorang polantas yang ‘tidak konsisten’. Tapi, kasihan juga sih melihat mereka kewalahan mengatur lalu lintas, ya udah: selamat tahun baru aja deh, Pak…