Pergantian tahun baru miladiyah atau tahun baru masehi selalu dirayakan dengan penuh suka cita. Hampir setiap tempat di penjuru dunia, termasuk Indonesia, tidak mau ketinggalan dalam menyambut datangnya hari baru tersebut. Semua berlangsung semarak dan meriah, mulai dari bunyi terompet, pentas seni, hingga nyala kembang api. Semua juga berlangsung syahdu dan khidmat, seperti pengajian refleksi tutup tahun, hingga doa dan dzikir bersama.
Sejak duduk di bangku TK hingga menjadi seorang mahasiswa, saya ikut terbawa euforia perayaan tahun baru. Mulai dulu yang hanya tiru-tiru tiup terompet, sampai sekarang yang sudah mengerti apa itu target dan tujuan.
Masa TK
Saat pergantian tahun baru, ibu membelikan dua terompet untuk kami. Satu untukku dan satu untuk adik laki-lakiku. Kami berempat, bersama dengan Yuk Narti, hidup di sebuah rumah petak di Jalan Batujajar, Malang. Kami ikut ibu yang tengah melanjutkan studi di Kampus UMM. Maka, tahun baru kala itu hanya kami isi dengan sebatas “toet-toet” saja. Sederhana.
Masa SD
Enam tahun menikmati masa kecil di Palembang, tahun baru tetap kami rayakan dengan ‘ritual’ tiup terompet. Beberapa hari jelang ganti tahun, ibu akan membonceng kami berkeliling mencari terompet. Terkadang, ibu mengajak kami potong rambut dulu, baru setelah itu mencari mamang penjual benda kerucut itu. Tahun-tahun berikutnya, kami mulai merayakannya pula dengan kembang api. Bapak yang bertugas untuk membeli kembang api tersebut. Kami berdua menghidupkan kembang api, dan adik perempuanku yang ketika itu masih balita ikut menyaksikan pendar-pendarnya dari gendongan bapak.
Masa SMP dan SMA
Di sebuah ‘istana Hogwarts’ bak kisah Harry Potter: Ma’had Al-Zaytun. Istana seluas dua ratus hektar yang terletak di hutan Mekar Jaya dan dikelilingi pagar Abu Nawas. Aku memulai hari-hariku di sana pada tengah tahun 2002. Dan mulai tahun baru 2003, 2004, hingga 2008, tahun baruku selalu diisi dengan acara yang sama, yaitu apresiasi seni yang ditutup dengan taushiyah Syekh. Beliau membunyikan sirine panjang yang disambut dengan tepuk tangan riuh sebagai pertanda tahun baru telah tiba. Ah, aku jadi ingat, beberapa kali aku pernah ikut mengisi apresiasi seni tersebut sebagai salah seorang pegiat seni sastra. Kenangan.
Masa Setelah ‘Nyantri’
Tengah tahun 2008, aku lulus dari titel ‘santri’. Tahun 2009 adalah kali pertamaku merayakan tahun baru tidak lagi di Gedung Al-Akbar, namun di rumahku sendiri yang bertipe 90 di Palembang. Aku menonton rangkaian film Harry Potter yang sudah diputar sejak beberapa hari sebelumnya di Bioskop TransTV. Dipandu oleh host Mieke Amalia dengan iklan Sunsilk-nya. Mulai dari Harry Potter and The Sorcerer’s Stone sampai dengan Harry Potter and The Goblet of Fire yang diputar tepat tanggal 31 Desember 2008. Setelah itu, aku menonton ‘tarian’ kembang api di berbagai tempat, tentunya dari pesawat televisi.
Tahun 2010. Saat itu, Bioskop TransTV sebenarnya kembali memutar rangkaian film, waktu itu gilirannya Spiderman. Mbak dan Mas sepupuku yang di Condongcatur berencana menontonnya, kami bertiga mau nonton bareng. Namun, kurayakan tahun baru itu dengan bakar jagung bersama teman-teman Teknik Kimia UII 2009. Kami bakaran biasa saja, lalu meneruskan obrolan di warung burjo. Barulah menjelang shubuh, satu per satu dari kami pulang ke rumah/kos masing-masing.
Tahun 2011 kurencanakan mengikuti pengajian tutup tahun bersama Pak Amien Rais di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta. Sementara ketujuh teman Tekstil 2009-ku meluncur ke Solo Baru, aku memilih untuk melajukan Smash Biru ke daerah Kauman. Bodoh. Aku baru keluar rumah sekitar jam 8 malam dan malah terjebak macet. Merayap. Gagal sudah mendengar ceramah Pak Amien, sudah terlanjur hilang selera. Polusi. Huft… Aku pun pulang ke Sonopakis.
Tahun 2012
Awalnya, aku dan ‘dia’ hanya ingin menonton Pentas Seni Budaya bertajuk “Klangenan Jogja” di Kawasan Nol Kilometer. Kurang lebih jam lima sore, kami meluncur ke TKP. Ternyata, ada juga Pasar Malam Perayaan Sekaten di Alun-alun Utara. Lalu, ada pula Pengajian Refleksi Tutup Tahun yang diisi oleh Pak Amien Rais dan Pak Busyro Muqoddas di Masjid Gedhe Kauman.
Jadilah malam itu, kami satu paket saja menghadiri ketiganya. Setelah maghrib-an, kami ke Pasar Malam lebih dulu. Berjalan sana-sini, lalu naik bianglala mini, dan makan soto ayam di salah satu warung. Kemudian, ‘dengan sotoynya’ aku ‘memimpin jalan’ ke daerah Nol Kilo. Eh, malah nyasar sampai ke Jalan Ibu Ruswo. *koplak
Setelah berenang dalam lautan manusia dan menemukan jalan kebenaran, kami tiba juga di sana. Kupikir, pentas menggunakan Bahasa Jawa Kromo, nyatanya memakai Bahasa Jawa sehari-hari, jadi aku pun sedikit mengerti apa yang dilakonkan. Setelah dirasa cukup, kami kembali melangkah ke Masjid Kauman.
Sesampai di sana, kami mengisi buku hadir. Kami mendapatkan souvenir berupa Buku Saku Hijau tentang Korupsi menurut Islam, serta stiker dan pin yang bertuliskan “Jujur Itu Hebat”. Ketiganya lengkap dengan logo KPK. Kami juga mendapatkan air mineral gelas dan roti isi coklat.
Setelah pengajian usai dan sempat melihat Hanum Rais lewat di depan kami bersama Rangga suaminya (lho?), kami ikut melaksanakan Shalat Lail berjamaah sejumlah raka’at Shalat Tarawih dan Witir, sekitar jam 11 malam. Sang imam melantunkan QS. Ash-Shaff dan QS. ‘Abasa di putaran kedua, seolah mengingatkan kapan terakhir kali kuulang hafalanku.
Menjelang jam 12, shalat pun selesai. Aku segera beranjak ke pelataran masjid dan bersama’nya’ menyaksikan ‘tarian’ kembang api di langit malam Kota Jogja. “Semoga tahun ini lebih baik daripada tahun kemarin,” pintaku dalam hati kepada-Nya, amien… Terakhir, kami pulang terjebak macet gara-gara ulah seorang polantas yang ‘tidak konsisten’. Tapi, kasihan juga sih melihat mereka kewalahan mengatur lalu lintas, ya udah: selamat tahun baru aja deh, Pak…
bukan kora-kora, tapi bianglala...
BalasHapusbianglala mini sih tepatnya, hihihi..
kora-kora itu yang kayak perahu.. :)
jarang banget saya bisa menyaksikan pergantian tahun dengan penuh.. secara biasanya dirumah tidur.. kemarin, pertama kalinya ngikutin momen taun baru di luar kota, eeh. akhirnya tidur juga. hahaha
BalasHapus@Rabest: Ups, salah ya.. Udah diganti tuh, hehe, thanks for correction..
BalasHapus@Gaphe: Yang penting keinginan kita utk lebih baik lagi, ya kan.. Aku cuman penasaran aja kadang sama hal-hal di luar rumah..
BalasHapus