Sabtu, 31 Desember 2011

Mewaspadai Kapitalis dan Membela Proletar


Sebagaimana gagasan dasar pembentukan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yakni keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah, saya akan berusaha secara total untuk dapat melaksanakan hal tersebut seandainya saya menjadi anggota DPD RI. Selain itu, gagasan dasar lainnya adalah sekaligus memberi peran yang lebih besar kepada daerah dalam proses pengambilan keputusan politik, terutama mengenai hal-hal yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah.
Beberapa contoh kepentingan daerah misalnya terkait hak milik tanah dan hak turut serta menikmati sumber daya alam (SDA) daerah secara proporsional. Setiap daerah tentu mempunyai potensi masing-masing dimana potensi yang paling nyata dirasa keberadaannya adalah SDA. Potensi unggulan tersebut bersifat membangun apabila benar-benar diberdayakan seoptimal mungkin oleh sumber daya manusianya, termasuk anggota DPD RI. Meski tidak berperan sentral secara struktural dalam memimpin daerah, anggota DPD RI sedikit banyak ikut menentukan kemajuan daerah.
Sebagai insan yang melek media, tentu kita semua tahu akan kejadian pilu yang terjadi di Mesuji, Lampung dan Mesuji, Sumatera Selatan, serta di Bima, Nusa Tenggara Barat. Sengketa lahan yang berbuntut petaka. Merujuk pada apa yang pernah dikemukakan Karl Marx dalam teorinya bahwa dalam ekonomi kapitalis (kapitalisme) terdapat dua kelas sosial. Pertama adalah kaum kapitalis atau borjuis sebagai kaum pemilik modal dan alat-alat produksi. Kedua adalah kaum buruh atau proletar sebagai kaum yang tidak memiliki cukup modal dan alat-alat produksi.
Benang merah yang menjadi penghubung dari kasus-kasus di Mesuji dan Bima adalah di setiap tempat tersebut selalu ada perusahaan yang berkepentingan tertentu di area (daerah) milik warga masyarakat. Perusahaan dianalogikan sebagai kaum kapitalis, sementara warga dianalogikan sebagai kaum proletar. Maka dari itu, adalah konflik kepentingan antara kaum kapitalis dan kaum proletar yang sedang terjadi. Konflik pun bertambah parah dengan dugaan keterlibatan aparat penegak hukum yang semestinya mengayomi dan melindungi masyarakat, namun kenyataan di lapangan tidak demikian.
Uniknya, konflik yang terjadi sudah merupakan akumulasi kejenuhan yang begitu lama dari pihak yang tertekan, dalam hal ini warga masyarakat. Artinya, sudah sejak lama konflik tersebut tercipta dan belum menemukan hasil dari berbagai upaya mediasi yang telah dilakukan. Wajar saja, jika warga marah dan melampiaskan kekesalannya. Di mana para anggota DPD RI? Di manakah mereka sebagai pengumpul aspirasi daerah dan pejuang kepentingan daerah?
Sebagai wakil daerah, tentu saya tidak ingin daerah yang saya wakilkan mengalami kejadian serupa dengan Tragedi Mesuji maupun Bima. Salah satunya adalah dengan menyeleksi ulang dan mengawasi ketat agar kepentingan antara perusahaan dan masyarakat berjalan seimbang. Keduanya merupakan mata rantai yang saling membutuhkan satu sama lain secara tidak langsung. Keduanya pun sebenarnya dapat saling bersinergi membangun daerah, bukan malah saling berkontradiksi melibatkan tindakan represif.
Dengan kata lain, saya akan senantiasa waspada atau bersikap hati-hati terhadap perusahaan-perusahaan yang ada, entah itu perusahaan pertambangan, perkebunan, properti, pabrik kimia, dan lain-lain. Sebagai kaum kapitalis, mereka harus dijaga supaya tidak berbuat terlalu berlebihan. Selain itu, saya juga akan selalu berpihak kepada rakyat daerah dan membela mereka sebagai kaum proletar. Sebab, sekali lagi, tugas utama anggota DPD RI adalah mengakomodasi aspirasi daerah.


2 komentar:

  1. Sangat inspiratif tulisannya. Semoga Anda menjadi calon anggota DPD RI masa depan!

    BalasHapus
  2. @Don Komo: Terima kasih, idenya dari obrolan lepas di kantor persma yang saya dengar diam-diam.. :D

    BalasHapus