Minggu, 13 Mei 2012

Anies Baswedan: Berpikirlah Melampaui Zaman (Bagian 2)



Sambungan dari bagian 1.
* * *

Sejumlah data statistik lain ditampilkan Anies melalui proyektor di depan ruangan. Ada yang disebut tingkat keislaman (indeks islamisitas) yang menunjukkan bahwa indeks Indonesia bernilai 104, jauh di bawah Denmark yang nilainya 2. Hal ini antara lain karena Denmark telah berhasil mencontohkan aspek kesederhanaan lebih baik daripada keislaman di Indonesia. Anies lalu memberikan data dari Transparency International yang menilai 182 negara, negara muslim berada di urutan 22 yakni Qatar dalam tingkat kejujurannya.
Berikutnya, fakta lain dunia muslim, yaitu 23% populasi dunia, 70% memiliki sumber energi, dan 40% menguasai kekayaan sumber daya alam (SDA) dunia. Faktanya? Total pendapatan muslim hanya 8% dari pendapatan global, sebanyak 39% populasi muslim di bawah garis kemiskinan dunia, 17 dari 48 negara berkembang di dunia adalah negara muslim, dan 57 negara OKI GNI-nya hanya ¾ dari GNI negara Jepang. Ada lagi diagram yang menunjukkan kebutuhan pemimpin di perusahaan-perusahaan Indonesia, atau kebutuhan pemimpin secara domestik ekonomi. Dari demand 300, yang sudah supply baru 100, dan artinya ada gap 200 dimana gap ini apabila tidak diisi orang Indonesia akan diisi orang asing.
Anies mengatakan, “Jangan berpikir mengganti presiden, tapi bagaimana menyiapkan generasi muda.” Ada banyak usaha yang dapat dilakukan dan usaha paling fundamental adalah dalam hal karakter/akhlak. Ada pula indikator kesuksesan mahasiswa, di antaranya indeks prestasi (IP) kelulusan minimal sebesar syarat untuk melanjutkan strata 2 (S2), aktif kegiatan berorganisasi, mampu berbahasa asing (minimal Bahasa Inggris), aktif menulis karya ilmiah/opini/blog/artikel secara reguler, mampu membangun jaringan, bersikap kreatif, inovatif, dan mampu memotivasi, serta yang terakhir menonjol sebagai ikon positif.
Djamaludin Ancok sebagai pembicara ketiga mengawali bahasannya dengan mengutip QS. Ali Imran: 190 dan QS. Al-Hasyr: 18. Kedua ayat yang dimaksud menandakan bahwa karakter seorang pemimpin adalah visioner. Kata “ulil albab” pada ayat pertama bermakna orang-orang yang berpikir dan kata “lighad” pada ayat kedua bermakna hari esok. Jadi, seorang pemimpin harus mampu berpikir untuk hari esok, atau dengan kata lain: visioner. Sebagai contoh, dosen Fakultas Psikologi UGM ini menggunakan kapal Titanic dan kapal Nabi Nuh dimana kedua kapal tersebut menandakan kepemimpinan visioner di eranya.
Kemudian, Djamal mengungkapkan estimasi bahwa pada tahun 2030, Indonesia akan menjadi negara keenam terkaya di dunia. Pertama adalah Cina, disusul berikutnya India, Amerika Serikat, Brazil, dan Meksiko. Profesor humoris ini menyampaikan materi dengan selingan joke yang kerap mencairkan suasana. Salah satunya, ketika Djamal menyampaikan bahwa generasi muda masa kini harus pandai berbahasa asing. “Ada yang ditanya ‘tell me about your family in English’ tapi malah dijawab ‘I don’t have any family in English’,” ujar Djamal yang lalu disambung dengan riuh tawa para hadirin.
Djamal juga kerap menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai acuan, seperti ketika membahas kriteria calon pemimpin yang efektif. Kriteria tersebut antara lain bermodal intelektual (QS. Al-Mujaadilah: 11), bermodal emosional (QS. Ali Imran: 134), bermodal sosial (QS. Al-Hujuraat: 13), bermodal ketabahan (QS. Ali Imran:139), serta bermodal etika dan kesehatan.
Dalam sesi tanya-jawab, Anies Baswedan lebih dominan dalam menerima pertanyaan dan memberikan jawaban. “Ubah kompetitor, mahasiswa UII jangan lagi menganggap UGM atau UNY sebagai kompetitor tapi ubah menjadi University of Melbourne misalnya, selanjutnya penguasaan bahasa asing, dan terakhir, bangun network dengan para pemikir mutakhir di bidangnya,” terang pengagas Gerakan Indonesia Mengajar ini saat berpesan kepada rekan-rekan mahasiswa tentang menggapai sukses.
Seorang dosen UPN wanita menanyakan bagaimana cara mengingatkan mahasiswa untuk seimbang antara studi dan organisasi. Anies pun menjawab dengan mengingatkan mahasiswa tersebut tanpa bersikap sinis. Misalnya, dengan mengingatkan melalui sms atau menyapanya saat bertemu dan menanyakan kabarnya. Anies juga berpesan kepada rekan-rekan aktivis bahwa pergerakan mahasiswa harus lebih luas, dalam artian tidak hanya pergerakan, tetapi mahasiswa pun harus profesional di bidangnya. “Lulus cepat atau lambat adalah pilihan, yang penting kembangkan diri secara optimal. Jangan dengan jadi aktivis, lalu mengorbankan kuliah,” imbuh Anies.
Djamaludin Ancok menambahkan bahwa negara Cina bisa maju karena hemat. Orang Cina bangga menjadi Cina, nasionalismenya tinggi, sedangkan orang Indonesia biasanya setelah sekolah ke luar negeri akan hilang identitasnya, malah jadi antek asing. Untuk itu, orang Indonesia yang sekolah ke luar harus siap mental agar tidak dikibuli. “Fokuslah ke masalah domestik, seperti energi, bank, dan komunikasi, agar tidak sadar kalau kita dikerjai asing,” tutur Djamal.
Dan acara pun selesai sekitar pukul 12.00 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar