Perjalanan hunting Waisak 2012 mengingatkan saya pada perjalanan survey lokasi makrab
2011 lalu, sama-sama ada kejadian di luar perkiraan.
* * *
Siapa sangka Jogjakarta-Magelang akan sama seperti Jogjakarta-Semarang,
padahal kendaraan yang digunakan adalah sepeda motor? Normalnya, jarak kedua
kota tersebut dapat ditempuh kurang lebih satu jam. Namun kemarin, kami
berangkat sekitar jam setengah 5 sore dan tiba sekitar jam 8 malam.
Hari itu, Sabtu tanggal 05 Mei 2012, hujan mengguyur kota dengan sangat
deras. Selain berhasil membuat sore yang seharusnya penuh sinar jingga mentari
menjadi gelap pekat serupa malam, hujan juga berhasil membuat kami berempat
belas menepi dan berteduh di depan sebuah minimarket setelah Terminal Jombor. Angin
pun berhembus kencang, untung saja, petir tidak ikut meramaikan hujan sore itu.
Ketika ia mulai reda, kami pun melanjutkan perjalanan. Tetapi sepanjang
perjalanan kemudian, hujan seakan tidak mau kompromi, membuat kami
berhenti-berhenti lagi. Memasuki daerah Muntilan, hujan deras kembali menyiram
kami. Mereda lagi dan menderas kembali, begitu selalu sampai kami tiba di Kota
Magelang.
Ternyata, hujan bukanlah satu-satunya “kendala”. Pagi hari ketika hendak
berangkat menuju lokasi hunting
pertama, sepeda motor salah seorang dari kami mendadak tidak bisa dihidupkan
alias mogok. Nyaris satu jam, para lelaki itu mengutak-atik si kuda besi besar.
Sempat hidup tapi mati lagi. Mau tidak mau, supaya tidak kehilangan momen, kami
pun memutuskan berangkat saja dan meninggalkan sementara waktu si kuda besi
hitam itu.
Tidak cukup sampai di situ. Salah seorang dari kami mengalami musibah di
Candi Mendut. Dompetnya hilang, jelas itu tidak mudah bagi seorang perempuan.
Saya tidak tahu persis kronologinya karena saya juga memisah dari yang lainnya.
Entah apakah sewaktu saya menghilang selama 15 menit dari pukul 11 yang
ditetapkan sebelumnya, untuk kembali berkumpul di parkiran, bisa dikatakan
sebagai kendala juga atau tidak…
Selanjutnya, kembali masalah mendatangi salah satu dari kami. Kali ini
menimpa si kuda besi bebek yang kaki belakangnya bocor ketika dalam perjalanan
menuju lokasi kedua di Candi Borobudur. Selepas
itu, hujan lagi-lagi turun sekitar jam 3 sore, terus-menerus hingga menjelang
petang. Syukurlah, setelah itu semua berjalan lancar sampai kembalinya kami ke
Kota Jogjakarta jam 2 dini hari.
Jika dibandingkan dengan perjalanan kami berdua puluh dua setahun lalu,
saya bisa maklum. Di setiap perjalanan, selalu ada peluang munculnya kejadian
tak terduga. Ketika itu, ada sepeda motor yang karburatornya bermasalah saat jalan menanjak menuju Tawangmangu
hingga Mojosemi. Lalu ada yang rem belakangnya blong saat jalan menurun dari
Cemoro Sewu. Malam harinya di jalan Klaten-Jogjakarta, ada kunci yang
menggantung di sepeda motor terlepas entah di mana dan ada pula pengemudi yang
mengantuk (ups!).
Di sinilah peran leader dan sweeper sangat diperlukan. Dalam
berkendara, keduanya berada di urutan terdepan dan terbelakang rombongan.
Keduanya haruslah sosok yang sigap dan cekatan dalam mengambil keputusan,
sehingga hal-hal tak terduga apapun yang terjadi dapat diatasi seefisien
mungkin, tanpa buang-buang waktu. Leader
adalah sebutan kami berdua puluh dua untuk kuda besi paling depan. Ia berperan
dalam memimpin rombongan agar tahu jalan dengan kecepatan yang dapat dijangkau.
Ia selalu memberikan pengarahan lebih dulu tentang di mana saja akan berhenti,
baik untuk beristirahat, makan, sembahyang, maupun mengisi bensin. Sedangkan sweeper adalah sebutan bagi kuda besi
paling belakang. Ia berperan dalam mengawasi rombongan agar tidak terpisah dari
urutan. Ia tidak boleh mendahului yang ada di depannya dan cepat mengontak
siapapun yang dibonceng leader jika
ada masalah dalam rombongan. Maka, ketika leader
menepi di luar pengarahan dan ditanya, ia dapat memberikan jawaban yang jelas.
Peran leader dan sweeper, mungkin kedengarannya sepele.
Namun dengan koordinasi keduanya, tidak akan ada pemberhentian mendadak tanpa
alasan, tidak akan ada putar-putar tak tentu arah, dan tidak akan ada diskusi
yang telalu panjang. Semua dapat disesuaikan. Leader akan selalu di posisi depan dan sweeper akan selalu di posisi belakang. Keduanya “berhak marah”
jika ada salah satu dari rombongan yang seenaknya mengubah posisi mereka.
Sebagai pengalaman, saya sempat dihardik leader
karena mendahuluinya di lampu merah selepas Kota Klaten menuju Jogjakarta.
Jadi, siapapun Anda yang hendak berkendara dalam rombongan perjalanan
jauh, ada baiknya mempertimbangkan siapa yang akan menjadi leader dan siapa yang akan menjadi sweeper. Selain perjalanan lebih terkoordinasi ketika menghadapi
hal-hal di luar estimasi, kita pun dapat belajar menghargai dan menghormati
pemimpin. Serta tidak ketinggalan, berdoa sebelum berkendara, itu juga tidak
kalah penting…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar