Rabu, 13 Maret 2013

Warsito: “Saya Belum Mencapai Keberhasilan”



 Rabu, 13 Maret 2013
Dekan FTI UII, Ir. Gumbolo Hadi Susanto, M. Sc., resmi membuka “Presidential Series Lectures” (PSL), pukul 13.00 WIB, bertempat di Auditorium Kahar Muzakkir, Universitas Islam Indonesia (UII). PSL adalah rangkaian empat kuliah umum yang diisi oleh pemateri tokoh-tokoh nasional. PSL merupakan acara yang diselenggarakan oleh FTI UII dalam rangka Milad UII ke-70. Bertindak selaku pemateri pertama pada hari itu: Dr. Warsito P. Taruno, M. Eng., Ketua Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI). Dengan dimoderatori oleh Prof. Ir. Mochammad Teguh, MSCE, Ph. D. (Dekan FTSP UII), Warsito membahas topik “Pesan Riset dan Teknologi Industri dalam Membangun Daya Saing Bangsa.”
Warsito adalah penemu teknologi electro capacitive cancer treatment (ECCT) dan electrical capacitance volume tomography (ECVT), yang bermanfaat dalam diagnosis dan terapi kanker. Teknologi tersebut termasuk ke dalam bidang tomografi, yaitu teknologi pemidaian objek yang biasa digunakan dalam proses kimia, perminyakan, nuklir, antariksa, hingga ilmu kedokteran. Warsito menyelesaikan SD hingga SMA di Karanganyar, lalu meneruskan S1 ke Universitas Gadjah Mada (UGM). Satu bulan kemudian, ia mengundurkan diri dari UGM karena mendapat beasiswa S1 ke Tokyo International Japanese School dan terus berlanjut ke S2 dan S3 di Jepang.
Sebagai pengantar, pria kelahiran Surakarta 16 Mei 1967 itu memaparkan Aspirasi Pencapaian PDB Indonesia pada tahun 2010, 2025, dan 2045. Dengan pendapatan per kapita USD 3.000 tahun 2010, Indonesia berencana meningkatkan jadi USD 15.000 tahun 2025 (sekelas Korea Selatan) dan USD 45.000 tahun 2045 (sekelas Jepang). Visi untuk mencapainya diwujudkan dalam tiga misi, salah satunya adalah mendorong penguatan inovasi nasional untuk daya saing global. (informasi lengkap bisa dibaca di “Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025” yang diterbitkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI)
Paparan selanjutnya adalah Indikator IPTEK Indonesia Tahun 2010. Untuk dana riset per tahun, Indonesia menghabiskan 4,7 triliun. Data berikutnya adalah 45.000 orang jumlah peneliti per tahun, 1.000 publikasi jurnal internasional per tahun, dan 300 paten per tahun. “Kita memboroskan (dana) luar biasa,” kata Warsito. Satu hal yang cukup bagus dari indikator tersebut adalah indeksitasi jurnal internasional yang bernilai 7. Artinya, 1 jurnal Indonesia dalam lingkup dunia di-refer sebanyak 7 kali dalam 1 tahun. Sebagai perbandingan, indeksitasi negara-negara di dunia adalah USA 14, Jepang 11, Singapore 11, Cina 6, Korea Selatan 6, Thailand 4, dan Malaysia 2. Dari indeksitasi tersebut, anak-anak Indonesia memiliki kualitas riset yang lumayan tinggi, hanya seringkali terkendala masalah dana.
Untuk membangun daya saing bangsa, riset dan teknologi (ristek) perlu dilengkapi satu unsur lagi, yaitu “inovasi”. Inovasi perlu ditambah agar hasil ristek memiliki daya saing bangsa. Warsito yang meraih gelar master di bidang chemical engineering dari Shizuoka University ini menerangkan bahwa inovasi adalah ditinjau dari segi ristek bisa dibuat, diinginkan atau dibutuhkan masyarakat, dan mempunyai harga jual yang tidak terlalu mahal agar bisa dibeli oleh masyarakat. Dalam risetnya selama kurang lebih 20 tahun sejak 1992, Warsito mencontohkan inovasinya dalam bidang tomografi. Disertasinya di bidang tomografi ultrasonik mengantarnya meraih gelar doktor dari universitas yang sama. “(jika) Melakukan sesuatu selama dua puluh tahun atau dalam waktu lama, pasti ada hasilnya,” ujar Warsito berargumen.
Inovasi ECCT dan ECVT dituangkan Warsito dalam produk “rompi kalkulus” dan “kopiah kalkulus”. Adapun rompi yang dimaksud adalah rompi yang bermanfaat untuk terapi kanker payudara, sementara kopiah yang dimaksud adalah kopiah yang berguna dalam terapi kanker otak. Warsito meneliti gelombang dan materi dengan harapan, interaksi gelombang dan materi bermanfaat dalam dunia kedokteran (fisika medis). Interaksi tersebut dikembangkan menjadi teknologi scanner 4 dimensi, seperti USG pada ibu hamil, dengan prinsip dasar bahwa tiap sel dalam tubuh manusia punya sel kelistrikan.
Warsito merancang bagaimana gelombang listrik membunuh sel kanker tanpa mempengaruhi sel normal; bagaimana gelombang listrik mendorong sel kanker untuk bunuh diri dan mendorong sel normal untuk regenerasi. Secara sederhana, Warsito mengaplikasikan integral parsial ke dalam desain pakaian. Inovasi pertama, tekstil diintegrasikan dengan Persamaan Poison. Inovasi kedua, bagaimana produk tekstil tersebut bisa dipakai manusia dan awet digunakan. Dan inovasi ketiga, bagaimana nilai ekonomis produk tersebut sehingga memiliki harga jual yang terjangkau.
Selain produk rompi dan kopiah tadi, teknologi temuan Warsito juga digunakan oleh Badan Antariksa Internasional Amerika Serikat (NASA) dalam memindai objek dielektrika pada pesawat ulang-alik selama berada di luar angkasa. Warsito melakukan riset sejak masih menjadi mahasiswa S1. Kepada mahasiswa yang hadir dalam kuliah umumnya, ia berpesan bahwa kunci riset adalah “tiga jangan” atau “kiwameru” yang diambil dari Bahasa Jepang. Artinya, jangan pelit, jangan ingin cepat kaya, dan jangan cepat puas. Ketika ditanya kapan riset-risetnya akan dinyatakan berhasil total, Warsito menjawab santai, “Saya belum mencapai keberhasilan, karena kalau ada titik akhir itu berarti kematian.”
Semoga, sosok Warsito dapat menginspirasi peneliti generasi muda tanah air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar