Jumat, 16 Desember 2011

"Dari struggling-nya untuk maju..." - (Seri KI Apac 2)

Walaupun sempat ‘betek’ tidak ke Unit Weaving, sesi berikutnya sangat bermanfaat. Tidak kalah menarik dari sekadar visualisasi mesin-mesin pertenunan…
* * *

Foto bersama di depan Gripac.
(diriku di bagian kiri belakang lho...)
Sosok itulah jawaban mengapa kami langsung dibawa kembali ke Gripac sekeluarnya dari Unit Spinning. Perawakannya besar dengan potongan rambut tersisir rapi. Kemeja birunya berpadu senada dengan celana denim yang dikenakannya. Begitu angkat bicara, suaranya terdengar pas dengan postur badannya tadi. Beliau adalah Bapak Lucas L. Prawoto, salah seorang alumni Tekstil UII yang menjabat sebagai General Manager di PT. Apac Inti Corpora. Salah satu sosok penting di Apac ini, alhamdulillah, bisa meluangkan waktunya menemui kami dan memberikan “wejangan”.
“Industri tekstil adalah industri yang tidak pernah berhenti,” demikian Pak Lucas memulai pembicaraan. Beliau mengungkapkan bahwa satu di antara sekian masalah yang tengah melanda industri tekstil adalah sumber daya manusia (SDM) yang kurang andal. Banyak pelaku tekstil di Indonesia yang cenderung oportunis, tidak industrialis, sehingga industri tekstil imbasnya kekurangan SDM yang andal. Kata “andal” jika diterjemahkan ke dalam bahasa yang sederhana artinya sesuai dengan kemampuan perusahaan. Andal maksudnya mampu memberikan nilai tambah (value) bagi perusahaan. “Jangan sampai ada Anda dan tidak ada Anda, sama saja,” ujarnya lagi.
Pak Lucas menyatakan bahwa saat ini banyak perusahaan tekstil agak kesulitan dalam mencari lulusan perguruan tinggi. Ironisnya, peluang ini malah diambil oleh pihak asing. Posisi-posisi penting banyak yang diduduki oleh orang-orang India. “Apa kita mau kayak gitu, tekstil kita naik tapi kita-nya jadi penonton, padahal ada UII (di Jogja), ada ITT (di Bandung), kenapa begitu terjadi?” tanyanya pada kami semua. Dan beliau menjawab pertanyaanya dengan berpendapat jika ada yang salah dalam pendidikan tekstil, mengapa generasi mudanya tidak dipersiapkan. Masa depan tekstil Indonesia ditentukan oleh anak-anak mudanya, bukan bapak-bapaknya saja.
Pak Lucas mengaku bahwa sebenarnya kualitas SDM lokal mampu bersaing dengan SDM asing, tinggal bagaimana mengubah mindset atau mentalitas saja. “Kalau saya lihat, kemajuan seseorang ternyata tidak ditentukan dari IP-nya berapa, tapi dari struggling-nya untuk maju, itu penentuan,” kata beliau dengan intonasi yang tenang namun pasti. Masa depan tekstil Indonesia petanya sudah jelas. Spinning adalah nomor satu sebab perputaran modalnya relatif cepat. Bahan baku yang dibeli dapat segera dijadikan benang untuk kemudian dijual lagi.
Namun demikian, yang harus ditata nomor satu adalah soal mindset tadi. Kalau tentang ilmu pengetahuan, anak-anak muda tinggal berguru saja kepada bapak-bapak pengajar. Masalahnya, ketika sudah mempunyai ilmu, berapa persen yang mau digunakan, itu tergantung dari anak-anak mudanya. Lebih lanjut, Pak Lucas memberikan rumus sukses. Sukses itu sama dengan kemampuan dikalikan dengan kemauan. Misalnya, kemampuan 5 dan kemauan 9, hasilnya jadi 45. Misal lainnya, kemampuan 6 dan kemauan 6, hasilnya jadi 36. Misal lainnya lagi, kemampuan 8 dan kemauan 3, hasilnya jadi 24.
Bagaimana maksudnya?
Jadi, orang yang kemampuannya tinggi belum pasti lebih sukses daripada orang yang kemampuannya rendah. Contoh nyata dalam dunia kampus, orang yang IP-nya tinggi belum tentu sukses karena IP hanyalah simbol kemampuan, masih ada hal-hal menunjang lain tergantung kemauan. Jelaslah bahwa SDM yang andal secara optimal adalah yang sejalan linear antara kemampuan dan kemauannya, saya menarik kesimpulan demikian. Struggling­-nya ada pada aspek keuletan, kesabaran, dan ketekunan. Contoh nyata dalam dunia industri, andaikan pimpinan perusahaan diganti dan orang itu tidak senang dengan kita, ia selalu menjepit dan menekan kita, lantas apa kita harus keluar? Kalau begitu, ya kita harus survive yang kuat.
“Ilmu sebagus-bagusnya ilmu, kalau tidak dimanfaatkan ya percuma. Dan untuk bisa memanfaatkan itu, mindset-nya adalah kemauan. Kalau kemauannya kecil, ilmu yang dikeluarkan juga kecil,” nasihat Pak Lucas. Beliau pun menambahkan bahwa kita sekarang hidup dalam hidup yang dinamikanya benar-benar harus total. Banyak orang pintar, tapi pintar teori saja. Di perusahaan sendiri contohnya, banyak yang pintar membuat program, namun ketika dilakukan introspeksi setelah setahun berlalu, paling hanya berapa program saja yang berjalan. Banyak orang pintar hanya bisa bicara, namun implementasinya kurang.
Dari kiri ke kanan:
Pak Agus, Pak Gumbolo, dan Pak Lucas.
Menutup pembicaraan, Pak Lucas kembali memberikan nasihatnya. “Kita harus punya mental yang berani, keberanian memutuskan sesuatu, bahkan keberanian untuk tidak disukai karena keputusan-keputusan untuk memperbaiki perusahaan itu,” tuturnya lugas. Acara pun dilanjutkan dengan sesi penyerahan cinderamata. Pak Gumbolo menyerahkan sebuah plakat kepada Pak Lucas sembari diiringi tepuk tangan para hadirin.
Akhirnya, selesai juga kunjungan industri kami di PT. Apac Inti Corpora. Hujan yang sesekali mengguyur Apac memang sempat menjadi kendala kami ketika berada di Unit IPAL, namun secara keseluruhan acara berlangsung dengan lancar. Sekitar jam lima sore, bus pun kembali bergerak membawa kami semua pulang ke Kota Jogja. Ada satu kesan berupa logika tekstil yang saya tangkap dari penjelasan Pak Agus selepas menonton video profil perusahaan. “Kita (Indonesia) membuat benang dan kain, lalu dikirim ke luar negeri, dan dijahit menjadi produk seperti celana denim (jeans) oleh garmen di luar negeri. Orang kita yang pergi ke luar negeri kemudian membeli jeans tersebut di luar negeri dan membawa pulang ke Indonesia sebagai oleh-oleh dari luar negeri. Tapi…, kalau ternyata bahannya dari Indonesia juga, apa masih layak disebut “produk luar negeri”? Hmm…,” gumam saya pada diri sendiri.
Layar ponsel menunjukkan pukul 20.51 WIB ketika bus tiba kembali di Kampus UII Terpadu, di FTI UII tercinta. Ah, semoga besok-besok ada KI lagi sehingga wacana kami seputar dunia industri semakin terbuka (dan tercerahkan)…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar