Minggu, 13 Maret 2011

Menyepi di Batu (Bagian 4)


Setelah mesinnya mati, keempat pintu menjeblak terbuka. Beberapa orang kemudian keluar. Ternyata, dia yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga..
Pakde Nun dan Mas Sabrang sampai juga di Vila Kailendra sekitar pukul sebelas siang. Rombongan kecil itu lalu dipersilahkan mengambil sarapan terlebih dulu. Setelah santap pagi selesai, Pakde Nun segera bergabung di kelompok sesepuh sedangkan Mas Sabrang dan Mbak Ucie nimbrung di kelompok keluarga muda.
Kami berbicara banyak di kelompok keluarga muda, sejak dipilah oleh Pakde Fuad tadi sampai waktu zhuhur tiba. Kurang lebih satu jam-lah. Tapi perbincangan lebih mengarah ke masalah entrepreneurship. Jadi, gimana ke depan supaya muda-mudi Bani Lathief mampu hidup mandiri dengan cara yang terarah ke berdagang. Deskripsi yang aku tangkap dari para pembicara keluarga muda, ada percabangan profesi antara kaum intelektual, ekonomika, dan akademisi. Artinya, kebanyakan Bani Lathief itu pekerjaannya dokter, pedagang, dan guru. Dan di sini dibahas bagaimana cara agar semuanya sinergi dan bisa ikut andil dalam kehidupan bermasyarakat. Hmm, ketinggian nggak sih topiknya?
Mulailah kami berdiskusi kecil tentang usaha mandiri. Tentang bisnis online, bisnis face to face, bisnis keluarga, dan lain-lain. Intinya sih bisnis! Beberapa pedagang Bani Lathief yang telah meraih sukses diminta membagi pengalamannya. Ada yang sukses bisnis baju, bisnis rumah makan, bisnis tusuk gigi, sampai kepada bisnis PNS! Maksudnya, kalau kita ingin menjadi PNS sih oke-oke saja, tapi kalau bisa ya punya sampingan. Tahu sendirilah PNS itu gimana.. (hare gene ga tau nasib PNS, apa kata dunia??!)

Mas Sabrang ikut andil bicara. Dia sedikit bercerita tentang temannya yang berhasil mendapatkan penghasilan lewat keisengan di twitter. Jadi, temannya itu cuma nge-tweet tentang info-info sepakbola. Eh, lama-lama follower-nya tambah banyak. Dan oleh salah satu sponsor diminta kerja sama dalam hal promosi iklan. (produk sepatu) Mulai dari situlah, pundi-pundi mengalir ke kantongnya..
Yang menarik adalah ada anggota bani yang sukses jadi pengusaha cotton bud. Bahannya kan dari kapas, spesifikasinya noil. Jadi, dalam produksi benang kapas, ada waste yang masih bisa di-reuse­ dan itu disebut noil. Ada untuk kapas kosmetik, tisu, dan termasuk korek kuping, hihi.. Teorinya sih aku sudah dapat, walau belum utuh. (belum sarjana gitu maksudnya, jadi belum sempurna ilmu tekstilku) Aku sih cukup tertarik sama diskusi singkat itu, tapi kok ya cuma muter-muter bisniiis melulu.. Masalah scholarship atau study overseas kok nggak dibahas ya? Padahal kan itu juga penting. Kapan lagi coba ada Bani Lathief yang bisa ke Aussy, Swedia, Belanda, atau Jepang, untuk mendalami textile engineering more complete…
Well, diskusi ditutup dengan rencana adanya blog Bani Lathief. Tapi, sampai sejauh ini, sampai tulisan ini kubuat, kok ya belum muncul-muncul juga situs Bani Lathief. Kalau diketik di Google, ya ujung-ujungnya mentok juga ke situsnya Asbud. Weleh-weleh, janji doank nih, apa bedanya sama politisi donk.. (ups!)
Menjelang zhuhur, semua kelompok kembali berkumpul di aula. Sebelumnya, kelompok anak-anak mengadakan permainan di bagian atas vila. Kelompok remaja bediskusi di sebuah rumah. Sementara para sesepuh membahas kelangsungan organisasi juga di salah satu rumah. Keluarga muda yang personilnya banyak memang sengaja ditempatkan di aula saja. Kemudian setelah berkumpul kembali, salah seorang usul gimana kalau Pakde Nun memberi wejangan karena (mungkin) tidak semua orang pada malam tadi hadir di Konser Kyai Kanjeng. Dan mic itu pun berpindah tangan ke Cak Nun.
“Keluarga kita ibarat keluarga cor. Artinya, dengan komposisi sumber daya yang berkualitas ini kita menguatkan Bani Lathief dari dalam. Seperti cor bangunan”. Waduh, kok kayak komposit ya. Berarti kita semua reinforcement ya, Pakde? Terus kalau gitu, matrix­-nya apa donk, hehehe… Pakai filler juga nggak ya, hohoho… Pakde Nun selanjutnya bercerita tentang siapa Mbah Lathief itu di mata seorang Emha Ainun Nadjib. Aku baru tahu, kalau Mbah Lathief adalah salah seorang pelopor berdirinya Propinsi Jombang. Gilee, orang gede juga ya, pantes cucunya (Pakde Nun) juga jadi orang gede. Cicitnya? Semoga juga ada yang jadi orang gede, amien..
Saking menghayati, Pakde Nun sempat terharu dan sampai terisak. Betapa keras pendidikan orangtua zaman dahulu yang memang dampaknya juga sangat terasa ketika beliau sudah dewasa. Coba, gimana sih reaksi anak muda zaman sekarang kalau disuruh “pegang sapu”? Atau “pegang kemoceng”? “Pegang spons cuci”? Toh, mereka lebih memilih facebook­-an atau nonton tivi.. Jadi, pertemuan Bani Lathief sebaiknya juga diisi dengan bagaimana peran orangtua dalam mendidik karakter anak supaya semangat Mbah Lathief benar-benar dipahami betul oleh generasi muda Bani Lathief.
Acara dilanjutkan dengan pembacaan hasil diskusi. Keluarga sesepuh menyampaikan struktur organisasi keluarga yang baru. Keluarga muda menyampaikan untuk lebih intensif berkomunikasi dan membuat blog (?). Keluarga remaja menyampaikan untuk membuat grup fesbuk Bani Lathief (?). Dan keluarga anak-anak dibacakan pemenang lomba (permainan) menggambar dan membuat puisi, juga dibagikan hadiahnya. Pakde Nun lalu usul, gimana kalau pertemuan selanjutnya diadakan di luar Jatim. Jogja misalnya, di Kaliurang. Tapi kalau posisi sentralnya di Jatim ya oke-oke saja, asal jangan di Sumatra atau Sulawesi saja katanya, hihihi... Berat di ongkos, jack!
Waktu telah melewati tengah hari. Jam 12 siang seharusnya semua orang sudah harus check  out dari vila. Maka, acara ditutup dengan doa bersama, dipimpin oleh Mbah Munif. (eyang kakungku, ^_^) Lalu disambung dengan salam-salaman. Semua segera kembali ke rumah masing-masing untuk packing. Bergegas pulang ke daerah masing-masing. Tidak ada acara makan siang, semua diminta makan siang sendiri-sendiri. Alasannya?
“Supaya lebih enak dan variatif dalam menentukan menu.”
Hahaha, Pakde Fuad nih bisa aja.. Eh, tiba-tiba sebuah sms masuk ke ­inbox hapeku ketika aku sedang mengambil botol madu dan jus di kulkas rumah nomor 14. Sms yang jujur saja selalu masuk dengan tema yang sama selama aku berada di Batu. Haduh-haduh..
(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar