Antara Jakarta dan Jogjakarta, deket sih.. Tapi antara Palembang dan Jogjakarta, hmm.., masih deket juga tapi lebih jauh daripada jarak yang pertama. Kalau yang pertama masih dalam satu negara dan satu pulau, sementara yang kedua masih dalam satu negara tapi beda pulau. And you know what, Jakarta itu ada di antara Palembang dan Jogjakarta. Coba lihat di atlas kalau nggak percaya, hehe..
Dua pekan berselang, namun rasanya masih seperti kemarin saja.
Duh, nggak tahu nih, kok rasanya pengen pulang aja ya, padahal kan Lebaran masih lama. Masih bulan Agustus alias sekitar tiga bulan lagi..! Kayaknya, saya terjangkiti virus homesick deh.. Jakarta sukses membuat saya kena penyakit homesick, bahkan sampai saat saya akhirnya memutuskan untuk membuat tulisan ini. Harapannya, sedikit mengusir galau di hati.. (jiaahh.., bahasanya nggak nahan cuy!)
Dasar konyol..!! Apa gunanya jadi santri Al-Zaytun selama enam tahun kalau masih juga kena penyakit kacangan kayak gitu, ckckck.. Baru juga jarak dalam negeri, lha gimana nanti kalau beneran overseas ke Aussy atau ke Swedia.. (amien..).
Well, kisah pengembaraan pun bermula (niru kalimatnya Upin dan Ipin, hehe..). Tanggal 21 April, tepatnya hari Kamis, saya tidak masuk kuliah. Sebagai mahasiswa yang menjunjung tinggi nilai tanggung jawab (lebay), saya titipkan dua lembar surat izin kepada teman yang saya percayai. Satu untuk makul Sistem Manufaktur Serat Alam yang tayang jam 08.40-10.20 WIB dan kedua untuk makul Teknologi Garmen yang main jam 10.20-12.00 WIB. Dan pagi itu, saya sempatkan juga bertemu dulu dengan salah satu teman adik saya di Al-Zaytun yang kini tinggal di Jogja, hehe..
Kira-kira jam sepuluh, saya berangkat ke Adi Sucipto. Saya titipkan (lagi-lagi: nitip) si Kuda Biru ke tempat penitipan sepeda motor. Begini nih, salah satu enaknya hidup di Jogja. Kalau bepergian ke luar kota, ada tempat penitipan kendaraan, baik itu di terminal bus, stasiun KA, dan juga bandara. Tapi, untuk yang bepergian tidak terlalu lama pastinya. Kalau lama kayak sebulanan, ya mending titip di rumah siapa gitu kek, karena penitipan tersebut tidak gratis.. Lha mbayar donk..
Saya segera menemui keluarga lainnya. Ada Bulik Anik, Pakde Muh, Bude Uning, Pakde Jur, Bude In, Pakde Sudi, Bude Slamet, dan Paklik Sar. Ditambah saya, kami bersembilan adalah rombongan Bani Suwardi yang berangkat ke Jakarta. Mereka ada yang tinggal di Condongcatur, Kotagede, Bantul, Imogiri, dan Tamansiswa. Pada intinya, kami janjian ketemu di bandara. Kami lalu check-in dan disambung dengan makan siang bersama dengan menu nasi kotak. Sekitar jam 12.45 WIB, maskapai AirAsia yang akan membawa kami ke ibukota memanggil untuk segera memasuki armadanya.
Singkat cerita, kami tiba di Soekarno Hatta jam 2 siang. Kami keluar dari Terminal 3, katanya sih terminal baru. Udara cukup panas. Saya agak kecewa juga, pas naik ke pesawat sama turunnya nggak pakai gabarata. Dua-duanya manual pakai tangga, jadi kan kerasa teriknya matahari hari itu kayak gimana (lho, malah curhat, opo iki). Hmm, nggak papa sih, saya cuma agak kasihan aja sama Bulik Anik. Kan beliau masih dalam tahap penyembuhan.. Jadi ceritanya, beliau itu yang beberapa bulan lalu saya temeni di RS JIH. Lha, kalau nggak pakai gabarata, artinya kan dari ruang tunggu ke pesawat mesti naik-turun tangga.. Coba kalau pakai gabarata, jedul-jedul langsung di pesawat kan, hehe.. Solusinya, bulik jadinya pakai bantuan kursi roda..
Kami langsung disambut oleh Pakde Ar, Paklik Kun, Mas Fendi, dan Mas Andri si calon pengantin. Ups.., belum saya kasih tahu ya.. Saya ke Jakarta itu dalam rangka acara walimah kakak sepupu saya, ya Mas Andri itu tadi. Kami lalu dibagi-bagi per kendaraan. Bulik Anik, Pakde Jur, Bude In, Pakde Sudi, Bude Slamet, dan Paklik Sar, ikut Toyota Kijang yang dikemudikan Mas Fendi. Mereka akan menginap di Rumah Bintaro. Pakde Muh dan Bude Uning semobil dengan Pakde Ar dan anaknya, Mas Andri. Mobil kedua ini, Toyota Kijang Innova, yang dikendarai Mas Andri akan melaju ke Rumah BSD. Saya sendiri dengan Paklik Kun ada di Suzuki Karimun, sama-sama ke Rumah BSD. Jadi, ada satu mobil yang ke Bintaro dan satunya lagi ke BSD.
Kenapa yang ke BSD pakai dipisah-pisah segala dengan komposisi penumpang yang sedikit?
Karena ada rombongan lain yang harus dijemput dulu di Terminal 1, rombongan dari Palembang. Hehe.., they were my family, included my dad, my mom, my brother, and my dearest sister.. Dan di sanalah, di Terminal 1 Bandara Soeta, kami bertemu.. Setelah pertemuan terakhir pada pertengahan Agustus tahun lalu, setelah saya memutuskan untuk tidak lagi berlebaran di Palembang.. Cium tangan takzim saya haturkan untuk mereka berdua terlebih dulu, orang-orang terhebat dalam hidup saya (cieeee….).. Bapak, ibu, dan si bungsu, bergabung di Innova, sedangkan adik laki-laki saya masuk ke Karimun. Mobil Kijang sendiri sudah berjalan duluan ke Bintaro.
Tersesat di Jakarta.
Itulah yang justru terjadi kemudian sepanjang sore itu pada Karimun warna lemon itu. Paklik Kun sudah lama nggak tinggal di Jakarta, jadi rada-rada lupa sama jalannya. Paklik terpisah dari rombongan gara-gara yang namanya macet, terpisah sejak keluar dari tol Cengkareng. Terpisah dari rombongan dan terjebak dalam macet! Macet-cet-cet!!! Macet karena Sikomo lewat. Buset dah, banyak juga ya Sikomo di Jakarta. Belum dideportasi ke planet lain dia sama pemkotnya, ckckck!
Jalan dari Cengkareng ke BSD yang biasanya ditempuh selama dua jam, menjadi lima jam. Halah-halah.. Dari jam 2-an sampai jam 7-an malam. Pakde Ar agak nyesel juga sih, harusnya beliau ikut bersama para personil Karimun sehingga tidak terjadi ketidaknyamanan ini. Jelas donk, waktu saya bersua dengan orangtua saya jadi berkurang sekian jam! Jelas itu benar-benar tidak nyaman. Kami bertiga terjebak dari kemacetan satu ke kemacetan lainnya. Padahal mereka yang di Innova sudah sampai BSD sejak jam 4 sore.
Agak sore menjelang petang, tau-tau ada sms masuk di ponsel saya, “Ayo temen-temen, kita udah di Ulil nih. Buruan ya!”
Deg!
(bersambung)
heheh, seru juga melakukan perjalanan antar wilayah begitu. ada banyak hal yang ditemu, dan kadang ngga sesuai dengan ekspektasi.
BalasHapusyaa nikmati aja, toh jadi pengalaman yang bisa ditulis disini kaan?
tentunya seru dan asik..jadi tau dan banyak yang bisa kita ketahui sebelumnya.
BalasHapusyang penting gak mabok aja udah hebat jangan kayak saya..bisa2 teler duluan kalau seperti ini.
@Gaphe:
BalasHapusIya Ms, pengalaman yg cukup mengerikan tentang Jakarta, macet..
Hoho..
@Ibu Dini:
BalasHapusDulunya saya mabok juga pas masih kecil, Bu, tapi sekarang alhamdulillah udah nggak lagi..
Hehe..