Alhamdulillaahirabbil ‘alamien…
Ucapan syukur itulah yang kulafazhkan tatkala telah menyempurnakan tulisan ini. Setelah mengistirahatkan pantat di tempat yang empuk, berkutat dengan seratusan halaman materi pdf makul Biofinishing, bergumul dengan soal makul Sistem Manufaktur Serat Alam yang ternyata tidak bisa kunjung dipecahkan (hehe *nyengir..), berenang dalam kolam kumpulan rumus-rumus makul Statistik Industri, dan tenggelam dalam modul ppt makul Teknologi Garmen; akhirnya tulisan ini selesai juga.
Tulisan yang kubuat selama lebih kurang tiga hari, selang-seling. Tulisan tentang apa yang baru saja aku dan teman-teman lakukan pada hari Sabtu lalu.
Sabtu, 11 Juni 2011.
Pagi itu adalah pagi yang cerah di akhir pekan. Sinar mentari mulai mewarnai langit dan menyapu sisa-sisa embun. Lalu lintas jalan raya belum begitu ramai. Sesekali orang berlalu-lalang melakukan olahraga pagi. Entah itu jalan santai, jogging, ataupun bersepeda. Semua itu kurasakan dan kusaksikan dari atas kuda biru-ku. Kulajukan Smash biru-ku di Jalan Kaliurang menuju kampus UII atas. Berkumpul di depan Masjid Ulil Albab.
Hari itu, kami berencana melakukan sebuah touring ke kawasan Tawangmangu. Kawasan tersebut terletak di Kabupaten Karanganyar, spesifiknya dekat Gunung Lawu sana. Perjalanan dilakukan untuk melihat-lihat lokasi sekalian jalan-jalan sebelum ujian hari Senin esoknya. Kami sepakat berkumpul di Ulil Albab jam setengah tujuh, lalu tepat jam tujuh kami mulai berangkat. Nyatanya? Hei-hei-hei.., ini Indonesia, bung! Tidak sia-sia aku pergi dari rumah jam tujuh, lha sampai di Ulil baru beberapa gelintir orang saja. Sesaat kemudian, barulah yang lain mulai berdatangan.
Aku membantu mengisi waktu menunggu itu dengan mengontak beberapa orang yang belum datang. Sampai kusambangi pula ke beberapa rumahnya untuk menanyakan kepastian mereka serta menjemput mereka untuk dibawa ke Ulil Albab. Haduh-haduh.., akhirnya sekitar pukul setengah sembilan, perjalanan dimulai juga.
Kami semua menaiki sebelas “kuda mesin” dengan nama yang beragam. Setiap kuda dinaiki dua penumpang: satu cowok dan satu cewek. Cowok yang mengendarai, sementara cewek yang membonceng. Perjalanan dipimpin oleh satu kuda di depan sebagai leader atau pemimpin rombongan dan diawasi satu kuda di belakang sebagai sweeper atau pengawas rombongan supaya tidak ada yang nyasar. Dalam hati, kulantunkan sebait do’a, “Tuhan, semoga Smash-ku kuat, semoga Smash-ku tidak merepotkan kuda-kuda mesin lainnya, amien..”
Sepeda motorku itu memang agak bermasalah kalau yang namanya “naik gunung”. Tahu kenapa? Karena gunung itu tinggi, seperti kata lagu: naik-naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali… Halah! Kalau hanya dibawa ke Kaliurang atau Gunung Kidul sih, no problem. Tapi kalau dibawa ke tempat sejenis Ketep atau Tawangmangu, hmm.., perlu di-check up dulu kesehatannya. Entah itu dicek giginya, dicek olinya, dicek rantainya, dicek remnya, dicek bannya; atau dengan kata lain: diservis dulu.
Aku sendiri kadang heran juga. Kenapa hanya kendaraanku yang begini, toh motor-motor lain nggak papa kalau dibawa naik gunung.. Lantas, ada apa dengan motorku, apakah ada kutukannya..? Hush! Ngaco aja!!! Biar bagaimanapun juga, Smash satu itu sudah berjasa sangat banyak. Dia sudah mengantarku ke mana-mana sejak aku menginjakkan kaki di Bumi Ngayogyakarta ini. Mulai dulu ke Kotabaru, Bulaksumur, Alun-alun, Kepuh, Imogiri, Amplaz, Condongcatur, Ngasem, Kampus ISI, Terminal Giwangan, Stasiun Lempuyangan, Bandara Adi Sucipto, sampai sekarang ke kampusku di Jalan Kaliurang. Betapa berartinya dirimu, oh Smash biruku…
Well, back to the topic.
Pemberangkatan kami berhenti terlebih dulu di SPBU daerah Ngaglik. Letaknya kira-kira dua kilometer dari belokan Jalan Kaliurang Km.12,5 ke arah Solo/Prambanan. Kami melakukan pengisian bensin dan pengisian angin. Setelah itu, dengan bermandikan sinar matahari dhuha dan angin sepoi-sepoi, barulah perjalanan yang sesungguhnya dimulai. Sang leader memimpin di depan. Sang sweeper mengawasi dari belakang.
Kami melewati daerah yang beberapa waktu lalu diterjang lahar dingin Merapi, yaitu kawasan Kali Gendol. Tampak pemandangan yang masih cukup mengerikan. Abu menutupi segala yang ada di daerah itu, pasir dan batu berserakan di mana-mana. Penuh debu. Sesekali truk-truk bolak-balik. Pepohonan kurus kering, ibarat tubuh tinggal tulangnya. Terlihat pula rumah-rumah yang sudah tidak layak huni lagi. Namun, ketidakenakan itu hanya berlangsung beberapa meter saja, tidak lama.
Selanjutnya, kami menyusuri jalan yang di kanan-kirinya penuh dengan sawah dan kebun. Kecepatan kuda masing-masing saat itu masih dalam taraf sedang, sekitar 60-80 km/jam. Kami melewati jalan tembus, jadi dari Jalan Kaliurang tidak lewat ringroad, tidak juga lewat Prambanan. Kemudian, kami mulai masuk Jalan Solo. Kami menjemput satu kuda lagi di salah satu sudut jalan sehingga total semua kuda pada akhirnya ada dua belas “ekor”.
Kecepatan mulai ditingkatkan, kisarannya menjadi 70-100 km/jam. Brum-brum-brum.. Ngeng-ngeeeeenngg.. (itu suara sepeda motor, bukan suara drum apalagi suara kaleng, hoho..). Kami berpacu dengan bus-bus AKAP dan kendaraan bermesin lainnya di jalan besar itu. Selanjutnya, kami sampai di Kota Klaten. Kami kembali menjelajah jalanan kota sampai tiba kembali di jalan besar ke arah Kota Solo. Namun belum masuk Solo, kami sudah berbelok lagi. Menelusuri jalan tikus alias jalan tembus. Jalan yang aspalnya sudah penuh lubang. Salah sedikit, membuat perjalanan tidak nyaman. Dan setelah itu, kami berhenti di peristirahatan pertama, di sebuah SPBU yang terletak di tengah pesawahan. Matahari mulai terasa teriknya.
Ah leganya, akhirnya aku bisa berdiri.. Pantat sudah mulai pegal. Baru tahap “pegal”, belum sampai tahap “sakit”, apalagi tahap tertingginya yaitu tahap “dicambuk”, wkwkwk.. Iseng aku bertanya, “Kita mau ke mana aja sih, Mi?” Teman yang saya boncengi menjawab, “Katanya ke Mojosemi aja, itu nah Sekipan masih ke atasnya lagi..”
Deg! Ya Tuhan, kuatkanlah Smash-ku… Saat itu, bensinnya sih masih cukup, tapi menurut pengalaman ke Tawangmangu sebelumnya dan juga ke Ketep, bensin akan turun drastis kalau sudah dipakai menanjak. Hmm… Sudah nggak kuat naik, bensin drop pula kalau nanjak, ckckck.. Apapun kondisimu, aku akan selalu menjagamu, Smash-ku yang penuh kenangan.. (haha, sok dramatis!!)
Setelah aku memasang sarung tangan dan meneguk air mineral, perjalanan dilanjutkan kembali. Kali ini, menjemput satu kuda yang bablas terlalu jauh. Bablas karena mendahului leader. Setelah kembali bersama, kami kembali berkonvoi. Semakin cepat dan cepat, sampai jarak antara kuda satu dengan kuda lainnya semakin berjauhan. Dan sampailah kami di Kota Solo, tapi mungkin pinggiran kota karena tidak terlalu ramai. Karena banyak kebun dan sawah di kanan-kiri jalan. Kami terus saja memacu kuda masing-masing. Syukurlah, sejauh ini lancar-lancar dan aman-aman saja. Beberapa saat kemudian, kami berhenti lagi di peristirahatan kedua, sebuah pelataran pertokoan yang diteduhi rindang sebatang pohon besar. Ah leganya, bisa berdiri lagi.. Sudah mulai sakit nih pantat..
Lima belas menit berselang, kami jalan lagi. Kali ini, mampir dulu di SPBU menjelang memasuki Kabupaten Karanganyar. Aku turut memberi minum kuda biru-ku dengan Jus Premium seperti pengendara lain lakukan dengan kuda mereka. Aih.., akhirnya mulai naik juga. Kalau sudah lihat tulisan “Karanganyar”, sudah siap-siap dengan jalan yang akan semakin naik dan naik. Jalan penuh tanjakan.
Benar saja. Jalan mulai miring ke atas. Selepas dari SPBU, kudaku ada di urutan keempat. Eh.., selama menanjak, langsung berubah posisi menjadi dua dari belakang! Kudaku sudah cukup kuat sih dibanding dulu ke Ketep, gear belakang sudah dinaikkan nomornya. Tapi.., ternyata belum kuat-kuat betul. Suaranya seperti orang ngejan, kata Mami, teman yang kuboncengi. Seperti orang mau berak.. Ngek-ngek-ngeeeeekkk… Haha, kami tertawa-tawa saja di tengah ringkihnya kuda kelahiran tahun 2006 itu berjalan naik. Sudah naik, belak-belok pula jalannya.
Semilir angin hangat mulai berubah dingin pelan-pelan. Hawa panas udara perkotaan mulai hilang sedikit demi sedikit. Digantikan semilir angin dingin. Rumah-rumah dan sawah-kebun juga mulai tidak tampak lagi. Digantikan pepohonan yang tinggi-tinggi. Ketika jalan sudah mulai belak-belok terus, mulai terlihat kalau posisi kami semua sudah mulai berada di atas ketinggian. Terlihat di bawah sana, rumah-rumah yang semakin mengecil dan sawah-kebun yang mulai seperti hamparan permadani hijau. Udara semakin dingin..
Naik dan terus naik. Kudaku masih tetap di belakang dengan suara mesinnya yang masih mirip orang ngejan. Tertinggal jauh dengan kuda-kuda lain. Mami terus menyemangati aku dan juga Smash biru-ku. Ketika sampai di Gerbang Masuk Tawangmangu, mereka semua sudah menunggu. Menungguku yang jalannya lama. Dan setelah membayar karcis masuk, kami menanjak lagi.
“Kita sekarang di depan, tapi tunggu sebentar pasti di belakang lagi,” ujarku kepada Mami, temanku di bangku belakang itu.
Benar saja. Satu.., dua.., tiga.., empat.., dan seterusnya. Semua menyalip perlahan. Menyalip sambil ngece. Kata mereka sambil mengepalkan tangan, “Ayo Bud, semangat-semangat!” Tapi, ada satu kuda yang agaknya bermasalah juga. Dia tertinggal di belakang kudaku. Jadi, kalau semula posisiku nomor dua dari belakang, sekarang nomor tiga dari belakang. Ada peningkatan rupanya, hehe..
Naik dan terus naik. Lepas Pasar Tawangmangu, lepas Wana Wisata Sekipan. Di pertigaan, kudaku naik sendirian. Mereka lainnya sudah jauh di depan, sementara dua lainnya tertinggal di belakang. Ngek-ngek-ngeeekkk… Ngek-ngek-ngeeeeekkk…!!! Gigi 1 dan gigi 2, terus saja begitu. Masih saja seperti orang ngejan, orang berak, orang sembelit, apalah sejenisnya. Hahaha, kami tertawa-tawa saja di tengah sepinya jalan itu. Sesekali satu-dua mobil menyalip. Ternyata, lepas pertigaan tadi, jalan semakin miring dengan ekstremnya. Sudah tidak ada bus di situ, kalau truk masih ada sedikit. Untungnya, Smash-ku masih kuat, walaupun… ringkih!
Ketika sudah sampai di tempat mereka berhenti menunggu, eh.., kudaku ditepuktangani. Horeee.., plok-plok-plok!! Kayak apaan aja… Sewaktu kuberitahu mereka kalau masih ada yang tertinggal di belakang, barulah mereka mulai ngeh. Kalau sebenarnya, kuda yang lebih butuh bantuan adalah kuda yang di belakang Smash-ku. Hihihi..
Dua kuda kemudian memutuskan untuk menyusul. Sesaat kemudian, kutahu dari sms bahwa kuda yang satu tadi mengalami kerusakan karburator. Jadilah kami menunggu dulu.. Leganya.., lagi-lagi bisa mengistirahatkan pantat yang sudah “semakin sakit” di bantal rumput-rumput.. Ditemani angin dingin pegunungan. Layar ponselku saat itu menunjukkan jam dua belas-an.
Nun jauh di atas sana, tampak kabut yang cukup tebal.
Kabut...
Kabut itu dingin, dingin sekali. Kalau Mojosemi ada di atas sana, artinya perjalanan ini akan melewati kabut. Untunglah, persiapanku sudah cukup. Jaket, sepatu, kaos kaki, sarung tangan, dan tas ransel yang menutupi dada. Terlihat pula jauh di sana, jalan-jalan yang semakin miring. Langit yang sejak kami berangkat tadi cerah dan lumayan panas, sekarang mulai tertutup mendung. Sekilas bisa diprediksi kalau hujan akan turun, tapi syukur tidak turun-turun. Janganlah ya, bisa repot nanti..
Kuda yang kami tunggu-tunggu tadi akhirnya tiba juga. Horeee.., kami pun menepuktangani dia. Setelah dirasa cukup, kami melanjutkan perjalanan lagi.
“Bud, ayolah kita doa dulu supaya motormu kuat naik jalan kayak gitu,” usul Mami sambil tertawa-tawa dan menunjuk-nunjuk jalan miring jauh di sana.
(bersambung)
buset, sejauh itu perjalanan make motor?.. kalo saya sih nggak ngebayangin gimana capeknya atau susahnya nanjak gitu, tapi saya ngebayangin gimana nasib tuh muka kena asep kenalpot dan panas matahari plus debu dengan perjalanan panjang selama itu. ahahaha..
BalasHapussaya nggak tau mojosemi itu dimana, tapi kayaknya oke juga. nggak dikasih fotonya ya?.. jadi nggak bisa ngebayangin
Iya, Ms Gaphe, by motorcycle..
BalasHapusKan helm-nya helm teropong, Ms.. Jadi nggak begitu ngaruh sama muka, haha.. Asap, panas, debu, plus sisa abu Merapi..
Kamera ponsel ku nggak begitu bagus, mohon doanya aja biar bisa segera "meremajakan" ponsel, hehe..
wahh.kalo ke tempat mbahku lebih parah lagi.hanya orang-orang profesional yang bisa..wkwkkwkw
BalasHapusserius ni.. :D
Oh ya, berapa meter dpl emang??
BalasHapusItu naiknya ngojek apa ngangkot??
mgojekk..becekk...hahha
BalasHapus