Dua hal yang dihimbau,
bersyukur dan mawas diri, sebagai bangsa yang sudah merdeka hampir tujuh
dasawarsa lamanya.
* * *
“Saudara-saudaraku, pada hari ini bersama satu satu
setengah milyar kaum muslimin di muka bumi, kita merayakan Hari Raya Idul Fitri
1433 Hijriyah,” tutur Prof. Dr. M. Amien Rais, M.A. mengawali khutbah shalat
Idul Fitri, 19 Agustus 2012, di Halaman Universitas Muhammadiyah Palembang
(UMP). Umat muslim telah keluar dengan kemenangan karena telah menyelesaikan ibadah
puasa selama satu bulan suntuk. Salah satu di antara hikmah berpuasa tersebut
adalah agar manusia lebih mampu mengendalikan hawa nafsunya, agar manusia
menjadi orang yang bertakwa.
Di dalam Al-Qur’an, dijelaskan tentang orang yang
tidak pandai menguasai hawa nafsunya, bahkan dikendalikan hawa nafsunya, ia digambarkan
serupa, bahkan lebih daripada binatang ternak. Allah Swt. berfirman dalam QS.
Al-A’raaf: 1, bahwa neraka Jahannam akan diisi oleh sebagian jin dan manusia. Mereka
punya hati tapi tidak pernah untuk memikirkan kebenaran, mereka punya mata tapi
tidak pernah dipakai melihat untuk membedakan yang hak dan yang bathil, dan mereka
punya telinga tapi tidak pernah mau mendengarkan mau’izhah hasanah, mereka sesungguhnya seperti binatang ternak,
bahkan lebih daripada itu.
Lebih lanjut, bahkan Allah mengibaratkan orang yang
diperbudak hawa nafsu ini tidak lebih daripada (maaf) binatang anjing,
sebagaimana QS. Al-A’raaf: 176. Kalau ada hamba Allah yang pernah mendapat
kebenaran, kemudian ia membelakangi dan menjauhi kebenaran itu, niscaya iblis
akan mengikutinya. Sebenarnya Allah bisa mengangkat derajatnya lebih tinggi, tetapi
mereka lebih melekatkan diri pada dunia dan memperturutkan hawa nafsunya, karena
itu ibaratnya mereka tidak lebih seperti anjing. Apabila anjing dihardik maka
ia tetap saja menjulurkan lidahnya, dibiarkan pun ia tetap menjulurkan
lidahnya. Perumpamaan tersebut baiknya menjadi catatan agar manusia mau
berpikir.
Perlu digarisbawahi, hakikat puasa Ramadhan setiap
tahunnya adalah untuk mengendalikan, menundukkan, dan menguasai hawa nafsu. Salah
satu ciri khas orang yang bertakwa adalah kemampuannya dalam menaklukkan hawa
nafsu. Jika ia tidak mampu mengendalikannya, ia akan jauh dari derajat takwa.
“Saudara-saudaraku sekalian, dua hari yang lalu kita
memperingati, merayakan proklamasi kemerdekaan kita yang ke-67 kalinya,” kata
Amien Rais membuka topik bahasan lain. Tentu, bangsa Indonesia sudah memperoleh
beberapa capaian yang insya Allah ikut menentukan masa depan bangsa Indonesia. Namun
ada satu hal yang membuat prihatin, bahwa tampaknya bangsa ini kurang pandai
memelihara nikmat yang telah Allah Swt. berikan. Sebagai contoh adalah
kehancuran ekologi, bagaimana aktivitas pertambangan telah memusnahkan berbagai
macam kestabilan ekologi. Belum lagi wabah korupsi, penegakan hukum, dan
keselamatan HAM, yang membuat bangsa ini seolah adalah bangsa yang tidak pandai
bersyukur atas nikmat Allah yang telah dikaruniakan. Allah Swt. berfirman dalam
QS. Ibraahim: 24-30, bahwa betapa banyak orang yang mengganti nikmat-Nya dengan
sikap kufur. Maka ia sudah menjerumuskan diri ke lembah kebinasaan, neraka
Jahannam, sejelek-jelek tempat kembali.
Indonesia telah merdeka 67 tahun, tetapi masih
mengidap banyak kelemahan dan masalah-masalah berat. Indonesia patut bersyukur sudah
merdeka sebagai bangsa, meskipun di sekeliling masih banyak masalah, pertanda bangsa
masih kurang pandai bersyukur. Dulu, ada sebuah negara bernama Uni Soviet, negara
super power, hancur berkeping-keping,
tinggal sejarah masa lalu. Berikutnya, ada Yugoslavia, sebuah negeri Eropa
Timur paling makmur, sekarang sudah pecah menjadi Serbia, Kroasia, Bosnia, dan
lain-lain. Banyak contoh negara yang bubar karena pemimpin dan rakyatnya tidak
menggubris pada kebenaran.
“Karena itulah saudara-saudaraku, saya ingin
menyampaikan dua hal saja, di samping kita perlu bersyukur kepada Allah,
marilah kita mawas diri setelah merdeka hampir tujuh dasawarsa,” ajak Amien
Rais kepada para jama’ah. Kita tidak boleh lepas dari optimisme. Allah berfirman
dalam QS. An-Nuur: 55, sebuah janji yang berbeda dengan janji partai politik,
berbeda dengan janji manusia, jadi pasti akan ditunaikan, pasti akan dilaksanakan.
Yaitu kepada orang yang beriman dan beramal salih, niscaya akan mendapat khilafah, otoritas me-manage bangsa, bahkan kekuasaan, seperti
khilafah yang diberikan kepada orang-orang
sebelumnya.
Jika beriman dan beramal, Allah akan memberi khilafah dan memantapkan Islam sebagai
agama, bahkan mengganti rasa gelisah, susah, dan resah, menjadi keamanan,
kesantosaan, dan kemantapan hidup. Salah satu syaratnya, menyembah Allah dan
tidak menyekutukan-Nya. “Saudara-saudaraku, sebaiknya kita lebih optimis dan
melihat bangsa semakin mantap, apalagi jika iman dan amal salih itu dikerjakan
bersama, baik level pimpinan maupun rakyat. Mudah-mudahan, negara kita semakin berjaya.
Dan kita semua, diberikan hasanah fid
dunya wal akhirah,” tutup Amien Rais mengakhiri khutbahnya.
Minal aidn walfaizib, mohon maaf lahir dan bathin. Moga keluarga selalu sehat ya..
BalasHapus