يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ
الْمُطْمَئِنَّةُ. ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً. فَادْخُلِي فِي
عِبَادِي. وَادْخُلِي جَنَّتِي.
“Hai jiwa yang tenang.
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah
ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr
[89]: 27-30)
Setiap hamba Allah yang beriman tentu mendamba surga-Nya
ketika sudah dipanggil oleh keabadian. Berbagai kenikmatan ada di sana,
kenikmatan yang tak ternilai dan tak terimajinasikan. Namun demikian,
setidaknya ada dua cara untuk dapat sampai ke sana, yaitu cara langsung dan
cara tidak langsung. Cara langsung artinya hamba tersebut langsung masuk surga
tanpa melewati proses hisab.
Sementara cara tidak langsung artinya hamba tersebut akan masuk surga dengan
singgah terlebih dulu di neraka.
Di antara orang-orang yang akan melalui cara tidak langsung,
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah berikut:
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ
هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ.
“Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dalam shalatnya.” (QS. Al-Maa’uun [107]:
4-5)
Orang yang akan masuk surga tetapi mampir dulu di neraka,
salah satunya adalah orang yang lalai dalam shalatnya. Apa saja yang dimaksud
dengan kelalaian itu? Ada lima lalai yang bisa terdapat dalam shalatnya
seseorang, yaitu:
a)
Lalai wudhu
Yang dimaksud dengan
lalai wudhu adalah dalam hal rukun wudhu. Ada enam hal yang termasuk ke dalam
rukun wudhu, yaitu niat, membasuh muka, membasuh tangan sampai dengan kedua
siku, mengusap kepala, membasuh kaki sampai dengan mata kaki, dan tertib yakni
dilakukan secara berurutan. Hal-hal tersebut pun diterangkan dalam Al-Qur’an
berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى
الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ ...
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki …” (QS. Al-Maa’idah [5]: 6)
Pada kenyataan orang
berwudhu, ada yang membasuh muka sekenanya tidak keseluruhan muka, ada yang
membasuh tangan belum sampai siku, ada yang mengusap kepala hanya memercikkan ujung
rambut, dan jika kita termasuk orang yang melakukan kelalaian “kecil” ini
hendaknya segera mengubahnya sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an.
b)
Lalai waktu
shalat
Yang dimaksud dengan
lalai waktu adalah mengakhirkan atau berlambat-lambat dalam mengerjakan shalat.
Sebagai contoh, waktu zhuhur adalah sekitar jam 12-an siang hingga menjelang
pukul setengah 4. Mungkin karena kesibukan bekerja, ada yang berpikir, “Ah
santai dulu, nanti saja shalatnya kalau sudah jam tiga-an.”
Ternyata, pemikiran yang
begini justru diancam dengan api neraka, seperti diceritakan dalam suatu
riwayat dimana Saad bin Abi Waqas bertanya kepada Rasullullah Saw. tentang
orang yang melalaikan shalat. Rasul pun menjawab, “Yaitu mengakhirkan waktu
shalat dari waktu asalnya hingga sampai waktu shalat lain. Mereka telah
menyia-nyiakan dan melewatkan waktu shalat, maka mereka diancam dengan Neraka
Wail.”
Tentunya, ada
pengecualian bagi beberapa orang tertentu. Misalnya, dokter yang tengah
mengoperasi pasiennya. Tidak mungkin kan
sang dokter izin untuk melaksanakan shalat dulu, nanti pasiennya keburu meninggal…
c)
Lalai berjama’ah
Yang dimaksud dengan
lalai jama’ah adalah orang yang tidak shalat berjama’ah ketika di sekitarnya
terdapat shalat berjama’ah. Hal ini kembali berlandaskan pada salah satu potongan
ayat Al-Qur’an:
وَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَآتُواْ
الزَّكَاةَ وَارْكَعُواْ مَعَ الرَّاكِعِينَ.
“Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang
ruku’.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 43)
Kata “warka’uu” yang
berarti “dan ruku’lah” ditafsirkan sebagai fi’il
amr atau kata kerja yang sifatnya perintah dan wajib dilakukan. Terlebih
jika rumah kita dekat sekali dengan masjid, hendaknya shalat fardhu lebih baik dilakukan secara
berjama’ah di masjid.
d)
Lalai tempat
shalat
Yang dimaksud dengan
lalai tempat adalah utamakan shalat di masjid bagi laki-laki. Sedangkan untuk
perempuan, cukup di rumah saja, akan tetapi jika ia ingin ke masjid dibolehkan
dengan sepengetahuan dan seizin suami.
Para ulama masih belum
sepakat satu suara mengenai aturan ini yang ditandai dengan adanya sejumlah dalil yang beragam. Namun demikian, pendapat yang kuat adalah wajib bagi
laki-laki untuk shalat di masjid, kecuali dikarenakan ada kendala (hujan deras,
usia uzur, dsb.). Tetapi kewajiban di masjid itu, bukan sebagai syarat sahnya
shalat.
e)
Lalai rukun
shalat
Yang dimaksud dengan
lalai rukun shalat adalah ada yang tidak dikerjakan dari rukun shalat, baik
rukun qauli, rukun fi’li, maupun rukun qalbi. Ketika bersekolah dulu, kita tentu tahu ada tiga belas hal
yang menjadi rukun shalat. Semua itu dibagi lagi menjadi tiga, yaitu rukun qalbi yang berdasar pada hati, rukun fi’li yang berdasar pada perbuatan
badan, dan rukun qauli yang berdasar
pada bacaan mulut.
Pembagian tersebut
secara lebih jelas dituliskan pada tabel berikut:
No.
|
Rukun
|
Kelompok
|
1.
|
Niat
|
Qalbi
|
2.
|
Berdiri (bagi yang mampu)
|
Fi’li
|
3.
|
Takbiratul ihram
|
Qauli
|
4.
|
Membaca Al-Fatihah
|
Qauli
|
5.
|
Ruku’ *
|
Fi’li
|
6.
|
I’tidal *
|
Fi’li
|
7.
|
Sujud *
|
Fi’li
|
8.
|
Duduk antara dua sujud *
|
Fi’li
|
9.
|
Duduk tasyahud akhir
|
Fi’li
|
10.
|
Membaca tasyahud akhir
|
Qauli
|
11.
|
Membaca shalawat nabi
|
Qauli
|
12.
|
Membaca salam pertama
|
Qauli
|
13.
|
Tertib (berurutan)
|
Qalbi
|
NB. (*) dengan tuma’ninah
|
Pada kenyataan orang
shalat, ada yang takbiratul ihram saat mengangkat tangan belum sejajar dengan
bahu atau belum sejajar dengan telinga. Ada yang sujud tapi belum ketujuh
anggota badannya menyentuh tanah, yaitu dahi yang diikutkan dengan hidung, kedua
telapak tangan, kedua lutut, dan jari jemari kedua kaki. Ada yang melakukan
salam tanpa salam pertama, tanpa salam ke kanan, tapi langsung salam ke kiri.
Apabila kita termasuk
orang yang melakukan kelalaian “kecil” itu hendaknya segera mengubahnya sesuai dengan
apa yang diajarkan dalam Islam.
Selain kelima lalai di atas, ada baiknya pula untuk “memadu
kasih dengan Allah” seperti yang Rasullullah lakukan dalam shalatnya, atau khusyu’ ketika melaksanakan shalat.
Memadu kasih dengan Allah adalah menghadirkan hati ketika shalat, mengagungkan
Allah, takut kepada Allah, berharap kepada Allah, dan malu kepada Allah. Yang sering
terjadi di masyarakat adalah shalat yang belum khusyu’, yaitu memikirkan hal-hal yang tidak perlu ketika shalat,
seperti makanan, cucian, kerjaan, dsb.
Adapun orang yang akan masuk surga tanpa hisab, salah satunya adalah para syahid, yaitu orang-orang yang berjihad
di jalan Allah, seperti ditunjukkan Allah dalam kitab suci-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ
أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ
وَأَنفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ.
“Hai orang-orang yang
beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan
kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagi kamu
jika kamu mengetahuinya.” (QS. Ash-Shaff [61]: 10-11)
Disarikan
dari ceramah tarawih
Oleh
Prof. dr. H. Usman Said, sp. OG (K)
Senin,
13 Agustus 2012 di Masjid Al-Aqabah I Pusri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar